Selasa 24 Apr 2018 22:47 WIB

KPK: Kami Hadapi Jika Setnov Ajukan Banding

Setya Novanto divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi KTP-el.

Red: Nur Aini
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan lembaganya siap jika Setya Novanto mengajukan banding terhadap putusan pengadilan dalam perkara korupsi KTP-elektronik (KTP-e).

"Kami masih pikir-pikir jadi kami belum putuskan apakah banding atau tidak banding tetapi kalau misalnya pihak kuasa hukum banding itu kan hak mereka silakan pasti akan kami hadapi," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/4).

Febri menyatakan bahwa KPK akan mempelajari terlebih dahulu soal putusan tersebut. "Putusan ini akan kami pelajari lebih lanjut, kami akan melihat peran-peran dari pihak lain jadi kami tidak hanya bicara soal nama tetapi kami bicara peran dari pihak-pihak tertentu dalam proyek KTP-e," ucap Febri.

Menurut dia, ketika ada pihak-pihak tertentu yang disebut dalam putusan Novanto, maka KPK akan melihat kesesuaian bukti yang satu dengan bukti lainnya.

"Saya kira hakim juga sudah melihat hal tersebut tadinya kalau pada putusan didengar bersama-bersama disebutkan secara jelas siapa saja pihak-pihak tersebut," ungkap Febri.

Sebelumnya, pengacara Setya Novanto mengatakan kemungkinan kliennya, Setya Novanto, akan mengajukan permohonan banding terhadap putusan pengadilan dalam perkara korupsi KTP elektronik.

"Saya kira itu yang harus kita lihat baik dan perhatikan apa yang disebut fakta-fakta tadi lebih banyak mengulangi uraian dari dakwaan meskipun mereka lebih ringkas," kata Maqdir Ismail di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.

Dalam perkara tersebut, Setnov divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah pembayaran uang pengganti 7,3 juta dolar AS (sekitar Rp 65,7 miliar dengan kurs Rp 9.000 per dolar AS saat itu) dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan Novanto.

"Cukup banyak hal menjadi alasan kalau kami jadi banding, yang kami gunakan banyak hal dalam pertimbangan ini tidak tepat. Salah satu contoh sama sekali tidak disinggung oleh putusan tadi bagaimana tadi cara menghitung kerugian negara karena ini tidak ada perbandingan apapun yang mereka lakukan daripada keterangan ahli," kata Maqdir.

Padahal, menurut Maqdir, ada kontrak-kontrak pengadaan yang dilakukan oleh Konsorsium PNRI dan Kementerian Dalam Negeri yang tidak adil.

"Kami sudah sampaikan dalam pembelaan, kami katakan bahwa penghitungan ini tidak "apple to apple"," kata Maqdir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement