Kamis 19 Apr 2018 23:06 WIB

KPK Berharap Setnov Dihukum Maksimal

Setya Novanto sebelumnya dituntut 16 tahun penjara oleh JPU KPK.

Terdakwa Kasus korupsi E-KTP Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa Kasus korupsi E-KTP Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dapat menjatuhkan vonis maksimal terhadap terdakwa perkara korupsi KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto. Vonis terhadap Setnov dijadwalkan akan dibacakan pada 24 April 2018.

"Kalau nanti vonis maksimal atau tidak, kami tidak tahu karena hakim yang tahu soal itu dan itu kewenangan hakim. Harapan KPK tentu saja vonisnya maksimal, jadi dihukum seberat-beratnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/4).

Lebih lanjut, ia menyatakan, bahwa lembaganya sudah cukup yakin dengan bukti-bukti yang diajukan selama proses persidangan Novanto itu. "Kami cukup yakin ketika di persidangan kami sudah sampaikan ajukan bukti-bukti yang kami pandang lebih dari cukup menjelaskan rangkaian peristiwa KTP-el ini," ungkap Febri.

Bahkan, kata Febri, KPK meyakini bahwa peran Setya Novanto diduga lebih signifikan dibanding tiga terdakwa perkara KTP-el sebelumnya. Mereka antara lain Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Lebih signifikan Setya Novanto kami duga dibanding tiga terdakwa sebelumnya. Oleh karena itu kami harap nanti bisa dijatuhi vonis yang maksimal tetap sekali lagi penjatuhan vonis adalah kewenangan dari hakim tentu tidak tepat kalau KPK bicara terlalu jauh soal itu," tuturnya.

Menurut Febri, selama proses persidangan, mantan Ketua DPR RI itu tidak memberikan keterangan yang signifikan. Sehingga, itu juga menjadi salah satu penyebab pengajuan Novanto untuk menjadi justice collaborator (JC) juga ditolak.

"JC kami tolak, itu cukup tegas karena memang kami pandang Setya Novanto tidak memberikan keterangan cukup signifikan kalau itu dipahami sebagai salah satu bentuk sikap kooperatif untuk membuka peran pihak lain seluas-luasnya. Jadi, kami menilai syarat itu tidak terpenuhi sehingga JC-nya kami tolak," tuturnya.

Selanjutnya, kata Febri, peran pihak lain dalam perkara KTP-el yang ingin dibuka oleh Setya Novanto juga tidak signifikan. "Peran pihak lain yang ingin dibuka pun juga tidak signifikan, misalnya hanya menyebutkan nama tetapi justru itu bisa dipahami bahwa untuk mengatakan bahwa dirinya sendiri tidak menerima," ungkap Febri.

Sidang lanjutan Novanto akan dilanjutkan pada Selasa (24/4) dengan agenda putusan. Sebelumnya, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-el tahun anggaran 2011-2012.

Selain hukuman badan, jaksa KPK juga menuntut agar Setya Novanto membayar pidana pengganti senilai 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan subsider tiga tahun kurungan dan pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pokoknya.

Dalam perkara ini, Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-El. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement