Kamis 19 Apr 2018 14:00 WIB

Cakada Perempuan dengan Program Pro Perempuan Masih Minim

Hanya 37 cakada perempuan pada Pilkada 2018 yang mencantumkan program pro perempuan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Direktur Perludem Titi Anggraini.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Perludem Titi Anggraini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan jumlah calon kepala daerah (cakada) perempuan dalam Pilkada 2018 yang memiliki program pro perempuan masih minim. Hanya 37 cakada perempuan pada Pilkada 2018 yang mencantumkan program pro perempuan dalam visi dan misi mereka.

Menurut Titi, jika dipersentasekan, jumlah itu hanya setara 30 persen saja dari seluruh calon perempuan pada Pilkada tahun ini. “Bisa dikatakan bahwa cakada perempuan yang memiliki program pro perempuan itu masih minim pada Pilkada tahun ini,” kata Titi kepada wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/4).

Berdasarkan data yang dihimpun Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Perludem, ada 101 calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah perempuan. Mereka terdiri dari 49 orang perempuan calon kepala daerah dan 52 orang perempuan calon wakil kepala daerah.

Selain jumlahnya yang minim, lanjut Titi, program pro perempuan hanya terkesan implisit saja. Dia menjelaskan program-program tersebut tidak ditegaskan dalam langkah-langkah konkret kepada masyarakat di daerah masing-masing.

Peneliti Perludem, Maharddhika, memperinci program pro perempuan yang diusung oleh para cakada perempuan ini. Dia menjelaskan, hanya ada satu cakada perempuan yang mengusung konsep kesetaraan gender dalam visinya. 

Dia menambahkan hanya ada 10 orang kepala daerah yang mencantumkan kata perempuan, wanita atau ibu. Misalnya pada hal umum seperti perlindungan perempuan, pemberdayaan perempuan dan meningkatkan kesetaraan perempuan. 

“Sementara itu, hanya ada satu cakada perempuan mencantumkan visi misi kota ramah perempuan," jelas Maharddhika.

Merujuk kepada hal tersebut, Maharddhika berpandangan jika visi, misi dan program para cakada perempuan yang pro perempuan belum memenuhi perspektif gender. Menurutnya, ada kesan jika program pro perempuan hanya sekadar isu umum yang diambil untuk kepentingan pilkada.

Jika demikian, lanjut dia, ada potensi jika program pro perempuan yang ditawarkan oleh para cakada perempuan justru jauh dari substansi kebutuhan dasar para perempuan. Selain itu, masyarakat pun bisa membaca komitmen partai politik (parpol) terhadap isu kesetaraan gender yang cenderung tidak serius. 

Dia menilai parpol terkesan masih pragmatis dalam pemilihan calon perempuan yang diusung. Dia menambahkan, parpol hanya mencalonkan perempuan yang punya elektabilitas dan popularitas tinggi tanpa mempertimbangkan kader parpol yang memiliki idelogi memperjuangkan kepentingan perempuan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement