REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat May Day atau Hari Buruh yang jatuh pada Selasa (1/5) mendatang, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan mengangkat sejumlah isu. Salah satunya terkait penolakan Tenaga Kerja Asing (TKA) unskilled worker atau buruh kasar dari Cina yang dianggap sudah memberikan dampak negatif terhadap ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam isu penolakan, KSPI juga akan menuntut terkait keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA. Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, perpres yang baru ditandatangani Jokowi tersebut justru memudahkan buruh kasar masuk ke Indonesia. "Isu ini akan terus kami gemakan hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/4).
Saat Hari Buruh, KSPI meminta Perpres 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA dicabut. Said mengatakan, peraturan itu tidak memiliki tujuan jelas yang justru menambah beban politik. Selain itu juga menurunkan ketersediaan lapangan kerja bagi pekerja lokal dan merumitkan isu ketenagakerjaan di Indonesia.
(Baca: TKA Cina Berpotensi Lebih Mudah Masuk Indonesia)
Apabila tidak dicabut, KSPI meminta untuk judicial review. Said menuturkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan pakar tata hukum negara Yusril Ihza Mahendra untuk membantu ke pihak pengadilan. "Beliau bersedia membantu kami terkait pencabutan perpres," tuturnya.
KSPI juga mendesak DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) TKA, tidak hanya Panitia Kerja (Panja). Pansus harus melibatkan di antaranya Komisi IX, Komisi III, dan Komisi I. Sebab, jika banyak buruh kasar yang masuk akan menjadi ancaman bagi kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia.
Selain bersuara saat hari buruh, kini KSPI telah membuat posko pengaduan untuk para pekerja yang merasa dirugikan akibat keberadaan buruh kasar Cina. Tapi, posko belum berjalan secara maksimal karena ancaman pemecatan bagi pekerja yang ketahuan melapor ke KSPI.
Meski keras terhadap perpres, Said menegaskan bahwa KSPI tidak memberlakukan penolakan ini terhadap semua TKA. Menurutnya, TKA yang masuk ke Indonesia harus lebih selektif, yakni skill worker. "Sedangkan, mereka yang unskill harus dilarang, terutama buruh kasar dari Cina," ujarnya.