Rabu 18 Apr 2018 10:18 WIB

Memaknai Kartini Bukan Memperjuangkan Hedonisme

Perjuangan Kartini harus dimaknai dengan menciptakan perempuan Indonesia berkualitas.

Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo
Foto: Kowani
Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan banyak perempuan yang salah memaknai perjuangan Raden Ajeng Kartini. Yakni dengan menganggap perjuangan Kartini adalah gaya hidup hedonis, materialistis dan serba mewah.

"Kartini bukan memperjuangkan hedonisme, budaya materialistis, konsumtif maupun gaya hidup serba mewah. Namun Kartini memperjuangkan perempuan harus berkualitas, berpendidikan, perempuan harus terus berkarya, berinovasi, perempuan yang partisipatif dalam berbagai bidang, agar dapat menyumbangkan manfaat besar bagi keluarga, bangsa dan negara," ujar Giwo di Jakarta, Rabu (18/4).

Dia mengakui tidak sedikit perempuan berpandangan bahwa adaptif dengan gaya hidup hedonis, materialistis tersebut merupakan ciri perempuan modern atau ciri wanita yang emansipatif. "Memaknai perempuan modern yang dicita-citakan Kartini tentu bukan demikian," katanya.

Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tersebut menambahkan semangat Kartini harus kontekstual dengan zamannya. Makna peringatan Kartini yang jatuh pada 21 April harus dimaknai sesuai dengan konteks masa kini dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai karakter bangsa.

"Gagasan besar perjuangan Kartini harus menjadi ide perubahan bangsa, bukan semata-mata bahan diskusi, seminar dan lokakarya, peringatan tahunan, tetapi harus menjadi pemicu pengarusutamaan perlindungan dan pemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan, baik pendidikan, politik, budaya, agama bahkan ekonomi," ujar dia.

Selain itu, banyaknya masalah perempuan saat ini menjadi pertanda bahwa perempuan masih menghadapi masalah yang kompleks dan ide Kartini belum menjadi semangat yang kokoh bagi perempuan. Oleh karenanya, negara dan pemerintah harus hadir dengan tindakan nyata, bertindak cepat, sistematis dan berkelanjutan dan terukur.

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang ramah perempuan. Tak ada sejarah bangsa-bangsa berperadaban besar di di dunia, tanpa keterlibatan besar kaum perempuan. Oleh karena itu, abad kebangkitan perempuan harus diwujudkan dengan kualitas nyata," imbuh Giwo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement