Selasa 17 Apr 2018 19:49 WIB

Densus 88 Klaim tak Pernah Salah Tangkap

Dalam operasi penangkapan, Densus membutuhkan minimal tiga alat bukti.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Tersangka teroris SH dikawal ketat petugas Densus 88 Antiteror saat rekonstruksi rencana pembuatan bom di Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Kamis (26/10).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
[ilustrasi] Tersangka teroris SH dikawal ketat petugas Densus 88 Antiteror saat rekonstruksi rencana pembuatan bom di Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri, Komisaris Besar Polisi Ahmad Nurwakhid memastikan Densus 88 tak pernah salah tangkap. Ia menerangkan, dalam menjalankan tugasnya, Densus 88 terlebih dulu harus memastikan terkumpulnya minimal tiga alat bukti sebelum melakukan penggerebekan dan penangkapan terduga teroris.

"Mereka (Densus) menangkap, yang ditangkap itu sudah pasti teoris. Dan tak ada satu pun tersangka yang ditangkap oleh Densus yang tak mendapatkan vonis di pengadilan, semuanya divonis," kata Ahmad di Solo, pada Selasa (17/4).

Menurut Ahmad, selama ini masyarakat salah mengartikan terkait warga yang diamankan Densus 88. Namun, selang beberapa saat warga tersebut dilepaskan. Mirisnya, kata Ahmad, kondisi tersebut diperkeruh dengan provokasi di media sosial oleh kelompok-kelompok radikal.

Menurutnya, hal tersebut bukan perkara salah tangkap. Namun, merupakan standar operasional yang harus dipenuhi terlebih untuk mengetahui keterliban dengan terduga teroris. Ahmad mengatakan, sebelum melakukan penangkapan, anggota Densus 88 terlebih dulu harus melakukan analisis hingga suvei dari waktu ke waktu sampai dipastikan sasaran memenuhi tiga alat bukti untuk dilakukan penangkapan.

"Yang kita sasar satu-dua, tapi barangkali di dalam ada tokoh-tokohnya maka kita bawa semua untuk diperiksa. Kalau tidak terkait ya dikembalikan, ini yang disalah pahami salah tangkap. Atau saat penangkapan (seseorang) ada di tempat, di lingkungan sekitarnya yang memungkinkan terindikasi ini terkait," tuturnya.

Seperti pada kasus kematian Siyono, Ahmad memastikan, anggota Densus 88 tak salah melakukan penangkapan. Ia memastikan Siyono terlibat dalam jaringan teroris. "Kasus Siyono juga dipolitisasi, kalau mau real Siyono ini adalah pembuat bom. Kami yang selalu memonitor," katanya.

Hanya saja, ia mengakui, terjadi kesalahan dalam SOP penangkapan Siyono. Semestinya, kata dia, dalam mobil yang mengakut Siyono, minimal terdapat tiga anggota Densus yang mengawal.

Namun, pada pelaksanaannya hanya dua anggota Densus 88 yang mengawal dan membawa Siyono. "Terjadi perlawanan sehingga terjadilan perkelahian, ada peluang dia melawan sayang teman kami itu kekar terjadi perkelahian ditendang sekali remuk,tapi tetap kita proses kan, tetapi tidak diekspos," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement