Selasa 17 Apr 2018 02:00 WIB

Hakim PN Surabaya Vonis Bos Pasar Turi Lakukan Penggelapan

Pemilik PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini terbukti bersalah melakukan penggelapan.

Palu hakim (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Palu hakim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Sidang kasus penipuan dan penggelapan yang menjerat Bos Pasar Turi, Henry Jacosity Gunawan sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memasuki babak final. Majelis hakim yang diketuai Unggul Mukti Warso memutuskan Pemilik PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini terbukti bersalah melakukan penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan Notaris Caroline C Kalempung.

Menurut Hakim Unggul, tidak ada alasan pembenar dan alasan pemaaf yang dapat menghapus perbuatan pidana terdakwa Henry Jacosity Gunawan. "Sehingga terdakwa Henry Jacosity Gunawan haruslah dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan," ujar Hakim Unggul saat membacakan amar putusannya pada persidangan diruang Candra PN Surabaya, Senin (16/4).

Kendati dinyatakan terbukti melanggar pasal 372 KUHP, namun putusan Hakim Unggul justru tidak menjebloskan kembali terdakwa Henry Jacosity Gunawan ke Rutan Negara lagi. Pengusaha property yang berlatar belakang lulusan Sekolah Dasar (SD) ini hanya divonis hukuman percobaan.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 8 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun," kata Hakim Unggul.

Sebelum menjatuhkan vonis, Hakim Unggul membacakan pertimbangan hukumnya yang menyatakan tidak sependapat dengan pembelaan tim penasehat hukum terdakwa Henry Jacosity Gunawan. Pada pertimbangan itu, Hakim Unggul menyatakan laporan Notaris Caroline C Kalempung benar adanya dan menyatakan keterangan saksi dua petinggi PT Gala Bumi Perkasa (PT GBP), yakni Raja Sirait dan Yuli Ekawati tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

"Keterangan Mantan Dirut PT Gala Bumi Perkasa (GBP), Raja Sirait dan Staf Legal PT GBP, Yuli Eka Wati tidak berdasar," pungkas Hakim Unggul saat membacakan pertimbangan hukum pada amar putusannya.

Selain membenarkan laporan Notaris Caroline, Hakim Unggul juga membenarkan keabsahan transaksi jual beli dua objek tanah yang dilakukan antara terdakwa Henry Jacosity Gunawan dengan Hermanto. "Saksi Hermanto sudah membayar lunas dan diterima oleh terdakwa Henry Jacosity Gunawan senilai Rp 4,5 milliar untuk tanah di Claket Malang dan 500 juta rupiah untuk pembayaran objek di Jalan Teuku Umar Surabaya," ujarnya.

Atas putusan tersebut, pihak terdakwa Henry Jacosity Gunawan melaui tim kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir. "Kami juga pikir pikir," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso saat menjawab pertanyaan hakim Unggul.

Vonis hakim Unggul ini jauh lebih rendah dari surat tuntutan JPU Ali Prakoso dari Kejari Surabaya, yang menuntut terdakwa Henry Jacosity Gunawan dengan hukuman 4 tahun penjara dengan perintah penahanan. Terpisah, Siddik Latuconsina selaku tim penasehat hukum terdakwa Henry Jacosity Gunawan mengaku kecewa atas putusan hakim Unggul.

"Putusan mejelis hakim ini ngambang," singkat Siddik usai persidangan. 

Dari pantauan dipersidangan, terdakwa Henry Jacosity Gunawan terlihat tegang. Dia berkali-kali menggelengkan kepala dan memandang tim penasehat hukumnya saat Hakim Unggul membacakan pertimbangan hukumnya. Tak hanya itu, terdakwa Henry Jacosity Gunawan juga langsung ngacir meninggalkan ruang sidang tanpa ada sepatah kata pada awak media.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kasus pidana ini bermula dari jual beli tanah antara terdakwa Henry Jacosity Gunawan dengan Hermanto, Klien dari Notaris Caroline C Kalempung. Tanah yang dijual belikan itu berada di Claket, Malang Jawa Timur seharga Rp 4,5 miliar dan objek lain di Jalan Teuku Umar Surabaya senilai Rp 500 juta.

Selanjutnya sertifikat tanah di Claket Malang tersebut dipinjam terdakwa Henry di Notaris Caroline C Kalempung guna perpanjangan SHGB. Ironisnya, sertifikat itu tak kunjung dikembalikan dan oleh terdakwa Henry, tanah yang sudah dibayar lunas oleh Hermanto itu justru dijual lagi ke orang lain dengan harga yang lebih tinggi yakni Rp 10,5 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement