Ahad 15 Apr 2018 12:36 WIB

Mendadak Filsafat: Teringat Sutan Takdir Alisyahbana

Filsafat merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.

Sutan Takdir Alisyahbana.
Foto:
Masjid Unas.

                                                               *****

STA yang kelahiran Mandailing Natal, Sumatra Utara ini memang lengkap, sebagai akademisi, jurnalis, penulis, sastrawan, budayawan dan lain-lain. Jika kita buka karya-karya sastra Pujangga Baru, mayoritas karya-karya legendaris adalah ciptaan STA, seperti: Dian Tak Kunjung Padam, Layar Terkembang, Anak Perawan di Sarang Penyamun, Tak Putus Dirundung Malang, Grotta Azzura (novel tiga jilid) dan lain-lain.
Grotta Azzura, novel panjang yang berisi ilmu filsafat. Di situ ditampilkan pergulatan pemikiran timur versus barat. Roman dengan tagline ‘kisah cinta dan cita’ itu, bukan novel sembarangan.

Bahkan di halaman awal, STA sudah mengupas masalah otonomi daerah. Sesuatu yang ditakutkan orang untuk dibicarakan pada era Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto. 
"Orang takut otonomi itu masuk konsep federasi, meskipun orang tahu bahwa hampir segala negara besar dan kaya yang ada di dunia bersifat federasi: Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jerman Barat, malahan Soviet Rusia sekalipun...," tulis STA. 


photo
Novel Grota Aura karya Sutan Takdir Alisyahbana. (foto:wordpers.com)

Novel ilmu filsafat ini cukup berat untuk dicerna. Materi percakapan para tokohnya dari halaman ke halaman berikutnya semakin berat. Lebih berat daripada sekadar seminar filsafat atau seminar politik. Apalagi obrolan sosial politik, seperti talkshow di televisi-televisi. Begitu obrolan menyangkut filsafat, seperti dikemukakan Rocky Gerung, misalnya, banyak yang kejang-kejang, lantaran kedangkalan memahami makna filsafat.


Novel fiksi Grotta Azzura penuh indepth thinking, sehingga kelezatan cerita ala novel atau roman hampir tidak ada. Ada guyonan tapi humor intelektual kelas filsuf. Ya, inilah roman filsafat yang mengisahkan seorang bekas pemberontak Indonesia dengan seniwati Prancis di pulau Capri. Pertemuan mereka dengan sarjana politik, ahli agama dan seniman melahirkan berbagai pembicaraan tentang sejarah, seni, agama, politik, seks dan lain-lain.


Anda akan gagal menangkap roman pemberontakan ini, jika tak mampu memahami filsafat kebudayaan dan politik. Cerita fiksi ini sesungguhnya menceritakan pengalaman pemberontakan pribadi STA. Ia melawan Presiden Sukarno bersama tokoh-tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI), termasuk Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Mereka sejak awal mengumandangkan otonomi daerah pada 1958.


Naha, itulah ‘pemberontakan’ Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebuah gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta). Konflik ini sangat dipengaruhi tuntutan pemberlakuan otonomi daerah yang lebih luas. Ultimatum tersebut bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan, melainkan protes mengenai bagaimana konstitusi seharusnya dijalankan.


Kondisi itu memengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai ketimpangan dalam pembangunan. Utamanya pada daerah-daerah di luar pulau Jawa. PRRI yang di belakangnya orang-orang PSI dan Masyumi, partai politik Islam modernis, kini di era reformasi bukan lagi disebut sebagai pemberontakan, melainkan pergolakan.


Itulah otonomi daerah yang terlalu cepat dimunculkan orang-orang seperti STA dan tokoh-tokoh PSI lainnya, termasuk orang Masyumi. Di situlah ‘perkawinan’ politik kalangan sosialis dan Islamis melawan Sukarno. Cara berpikir mereka kadang terlalu jauh ke depan dan tidak mampu ditangkap lawan debatnya.


Lihatlah masjid di kampus Unas, misalnya. Berbeda dengan masjid umumnya yang berbentuk kubah, STA malah menginginkan masjid berbentuk bunga yang sedang mekar. Maksudnya, kita mesti siap menerima beragam ilmu dari mana pun. Sebab Islam sesungguhnya adalah rahmatan alamin atau rahmat bagi alam semesta. Masjid juga menjadi tempat peradaban menggapai ilmu pengetahuan. 
Itulah masjid Unas yang merupakan filsafat kebudayaan STA.

Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Maka pikirkan segala sesuatu secara mendalam dan menyeluruh dengan segala hubungan.

*Selamat Ginting, jurnalis Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement