Ahad 15 Apr 2018 12:36 WIB

Mendadak Filsafat: Teringat Sutan Takdir Alisyahbana

Filsafat merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.

Sutan Takdir Alisyahbana.
Foto:
Novel Layar Terkembang Sutan Takdir Alisyahbana.

                                                                         *****

Selain mata kuliah filsafat, jarang sekali mahasiswa S1 Unas pada era 1980-1990-an yang lulus empat atau lima tahun. Umumnya lulus setelah enam sampai delapan tahun kuliah, terutama program ilmu politik dan biologi. Saya menduga mahasiswa terhambat, saat membuat skripsi. Banyak yang harus mengulang, karena gagal saat ujian skripsi. Yang tak biasa menulis, bakalan lama tamat dari Unas. Bahkan ada yang langsung dapat gelar MA bukan master of art, melainkan mahasiswa abadi.


Saya beruntung bisa lulus dalam lima tahun. Bukan karena pintar, tetapi lebih tepat kebetulan. Kebetulan saya aktif menjadi aktivis pers mahasiswa yang dipaksa menulis dan mengikuti berbagai seminar dan liputan. Sebagai gambaran, dari sekitar 520-an mahasiswa, angkatan kami yang masuk FISIP tahun 1986, hanya sekitar 20-25 orang yang bisa lulus lima tahun, baik yang ambil konsentrasi politik pemerintahan Indonesia, hubungan internasional, administrasi negara, maupun sosiologi.


Unas ‘gila’ dan memang agak aneh. STA yang ‘rada sableng’ memang berani berseberangan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketika Kopertis menentukan akreditasi sejumlah fakultas maupun akademi di bawah Unas, STA berang. Alasannya sejarah. Unas lahir di era agresi militer Belanda di Indonesia pada 1949. Maka tak usah heran orang seperti Prof Dr Mochtar Kusumaatmaja, mantan menteri luar negeri era Presiden Soeharto, dan Dr Alfian, mantan Ketua LIPI juga lulusan sarjana muda (BA) maupun sarjana S1 ilmu politik Unas.


“Unas lebih dulu ada, sebelum adanya Kopertis bentukan pemerintah Depdikbud. Jadi Unas yang harus memberikan akreditasi kepada Kopertis, bukan sebaliknya,” kata STA, pendiri dan pemilik Unas. Tak ayal, hampir semua program studi di Unas, akreditasinya disamakan. Dulu belum ada istilah A,B, C. Yang ada istilah: disamakan, diakui, dan terdaftar.

Dan, sebagai perguruan tingggi swasta tertua di Jakarta, dan tertua kedua di Indonesia setelah Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta (1945), Unas memang punya pengalaman unik. Pemerintah beberapa kali ingin menggabungkan Unas ke dalam Universitas Indonesia (UI), tetapi selalu ditolak STA.

“Ilmu sosial politik, biologi, sastra, serta matematika, fisika, dan kimia (MIPA) sejak 1960 sudah diminta bergabung saja ke UI, tapi saya tolak,” ungkap STA, suatu ketika. 
Maka tidak mengherankan pada era 1980-an pun, dosen Unas mayoritas berasal dari UI. Mungkin sekitar 75% dosen FISIP Unas adalah juga dosen FISIP UI.

Tak usah heran jika pada era itu, ada mahasiswa Unas ujian susulan di UI atau sebaliknya, karena dosennya sama. Jadi semacam UI swasta, begitulah. 
Ketika jenjang strata dua belum umum di perguruan tinggi swasta, di Unas pada 1980-an sudah ada magister ilmu politik, penerjemah, sastra dll. Bahkan kini pun sudah ada strata tiga (doktor) ilmu politik. Satu-satunya swasta di Indonesia yang ada S3 ilmu politiknya.


STA juga bisa sombong. Ijazah Unas yang tandatangan STA, jadi tak perlu malu. Karena ia dikenal luas di Indonesia dan juga Malaysia. Doktor honoris causa pun diberikan sejumlah perguruan tinggi, seperti UI, Universitas Andalas dan perguruan tinggi di Malaysia kepada STA. Utamanya dalam bidang filsafat kebudayaan serta kesusasteraan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement