Ahad 15 Apr 2018 05:09 WIB

Dilema Prabowo Subianto

Keputusan Prabowo untuk maju pada pilpres 2019 dinilai belum final.

Rep: Muhyiddin, Umar Mukhtar, Febrian Fachri/ Red: Elba Damhuri
Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) berbincang bersama Presiden PKS Sohibul Iman (kedua kanan), Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (kedua kiri) dan Calon Gubernur Jawa Barat dari Partai Koalisi Asyik, Sudrajat (kiri) saat melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (1/3).
Foto:

Bisa muncul lawan lain

Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, siapa pun lawan Jokowi tak bisa dianggap mudah. “Yang jelas, kita menilai bahwa siapa pun lawan Pak Jokowi tentu tidak kami anggap mudah,” ungkap Ace.

Ace menyatakan, pihaknya tengah menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi lagi lawan yang pernah Jokowi hadapi pada 2014 itu. “Tentu kalau strategi tidak akan kami sampaikan ke publik,” kata Ace.

Ace berharap semua elemen masyarakat dapat lebih dewasa lagi dalam berdemokrasi. Ia juga berharap masyarakat dapat cerdas dalam memilih, demikian juga dengan parpol pendukungnya. ‘’Jangan lagi menggunakan isu SARA dalam melakukan kampanye. Kita berkontestasi secara gagasan, konsep, dan program,” tuturnya.

Wakil Sekjen Golkar ini tak memungkiri, masih ada kemungkinan lawan Jokowi bukanlah Prabowo, mengingat deklarasi yang dilakukan pada Rakornas Partai Gerindra lalu masih berupa mandat. Namun, ia enggan menduga sosok yang nantinya benar-benar menghadapi Jokowi dalam perhelatan pilpres 2019. “Yang bisa menjawab siapanya itu hanya Pak Prabowo dan Partai Gerindra,” katanya.

Mengenai calon wakil presiden yang akan mendampingi bila nanti Prabowo benar-benar maju melawan Jokowi pada pilpres, Ace mengaku siap dengan hasil usungan kubu partai oposisi yang akan menjadi pendamping Prabowo. “Saya kira kami para partai pengusung Jokowi akan sangat siap dengan siapa pun pendamping Pak Prabowo,” ungkapnya.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito, mengatakan, pertarungan politik antara Jokowi dan Prabowo pada 2019 akan berbeda dari 2014 lalu. "Kalaupun di pilpres 2019 ini head to head lagi antara Prabowo dan Jokowi, tentu akan beda. Formasinya beda, apalagi KMP (Koalisi Merah Putih—Red) sudah bubar. Banyak pendukung Prabowo kini ke Jokowi," kata Arie, Sabtu.

Arie menyebutkan, saat ini kekuatan lebih condong ke Jokowi. PDIP sudah mendapatkan dukungan resmi dari Partai Nasdem dan Hanura, begitu juga dari Partai Golkar, PKB, dan PPP. Sementara, Gerindra masih memiliki satu mitra politik, yaitu PKS. PAN yang disebut punya peluang merapat lagi ke Prabowo masih belum mengambil sikap karena juga berpeluang mendukung Jokowi.

Pada pilpres 2014, Prabowo dan Gerindra didukung oleh partai-partai yang punya suara dominan, seperti Golkar, PAN, PPP, dan PKS dalam gerbong KMP. Jokowi-Jusuf Kalla dari gerbong Koalisi Indonesia Hebat (KIH) didukung PDIP, Nasdem, Hanura, PKB, dan PKPI.

Namun, kesolidan KMP tak bertahan lama karena anggotanya satu per satu pindah haluan mendukung pemerintahan Jokowi seperti Golkar, PAN, PBB, dan PPP. "Sebagian pendukung Prabowo kini sudah pindah ke Jokowi. Jadi, Pemilu 2019 akan ada pergeseran isu yang berbeda dengan 2014," ujar Arie.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan enggan berkomentar banyak soal Prabowo yang diberikan mandat oleh Gerindra untuk menjadi capres pada pilpres 2019. Ia tidak ingin menilai lebih jauh soal apakah Prabowo tengah melancarkan strategi menjelang pendaftaran pilpres.

Menurut Syarief, kalaupun Prabowo betul-betul kembali mencalonkan diri sebagai capres pada pilpres 2019, itu harus diartikan positif karena upayanya merupakan wujud untuk memperkaya proses demokrasi yang ada saat ini.

Dengan pencalonan Prabowo, katanya, tentu tidak akan terjadi capres tunggal yang membuat pemilih disuguhkan kotak kosong.  (Farah Noersativa/Gumanti Awaliyah, Pengolah: Firkah Fansuri).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement