Jumat 13 Apr 2018 15:01 WIB

Setnov Menyesal Pernah Temui Johanes Marliem

Setnov menuding Marliem menjebaknya dengan merekam pembicaraan di setiap pertemuan

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mebaca nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4). Sidang tersebut mengagendakan pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa dan penasihat hukum.
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mebaca nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4). Sidang tersebut mengagendakan pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa dan penasihat hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Biomorf Mauritius yang juga seorang pengusaha, Johanes Marliem, yang tewas bunuh diri di Amerika Serikat, pernah bertemu dengan terdakwa kasus korupsi KTP-el Setya Novanto (Setnov). Setnov pun mengaku menyesal pernah temui Johanes, karena ia merasa dijebak.

"Sejak awal saudara Johanes Marliem dengan maksud tertentu, telah dengan sengaja menjebak saya dengan merekam pembicaraan pada setiap pertemuan dengan saya," ujar Setnov dalam pembacaan pleidoinya di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Jakarta Pusat, Jumat (13/4).

Setnov menyesal pernah bertemu dengan pengusaha yang memberinya hadiah ulang tahun berupa jam tangan mewah, bermerek Richard Mille. Terlebih pertemuan pertamanya di hotel Grand Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, merupakan awal mula Setnov disebut terlibat dalam proyek pengadaan KTP-el.

"Jika saja, saya tidak bersedia ditemui Andi Agustinus, Irman dan Diah Anggraeni di Hotel Grand Melia, mungkin saja saya tidak akan pernah terlibat jauh dalam proyek KTP-el, yang telah menyeret saya hingga duduk di kursi pesakitan ini," ungkap mantan Ketua DPR RI itu.

Lebih lanjut ia mengatakan, jabatannya saat itu tidak berhubungan dengan intervensi terhadap proyek KTP-el. Sehingga, Novanto juga membantah menerima uang maupun barang dari proyek KTP-el.

"Faktanya, uang tersebut terbukti berpindah tangan ke pihak lain, bukan kepada saya," tutur dia.

Untuk diketahui dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS, dan dikurangi Rp 5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov (sekitar Rp 66,3 miliar dalam kurs pada 2012) subsider 3 tahun penjara.

KPK juga menolak permohonan Setnov untuk menjadi "justice collaborator" (JC) dan meminta agar hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan.

Setnov juga membantah menjadi pihak yang paling diuntungkan dari penerimaan uang melalui keponakannya Irvanto Hendra, Pambudi Cahyo, dan rekannya sesama pengusaha, Made Oka Masagung. Lalu, ia juga membantah mempengaruhi para pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam proyek KTP-el tersebut.

Ia juga membantah mempersiapkan Rp 20 miliar agar terhindar dari penyidikan KPK, dan mengaku bahwa anggaran KTP-el tidak dapat diintervensi oleh dirinya selaku Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, karena satu fraksi tidak bisa mempengaruhi anggaran.

Meski demikian, Setnov meminta maaf atas perbuatannya dalam proyek KTP-el itu. "Saya minta maaf kepada seluruh anggota DPR RI, masyarakat Indonesia yang saya sudah semaksimal mungkin. Tentu saya minta maaf kalau ini sebagai manusia biasa dianggap salah saya mohon maaf sebesar-besarnya," kata Setnov.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement