Jumat 06 Apr 2018 05:01 WIB

CISSReC: Saatnya Pemerintah Bersikap Tegas Terhadap Facebook

Kejadian kebocoran data Facebook harus jadi pelecut bagi Kemenkominfo.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Jutaan data dari akun Facebook digunakan oleh Cambridge Analytica
Foto: Reuters/Dado Ruvic
Jutaan data dari akun Facebook digunakan oleh Cambridge Analytica

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini dirasa sebagai waktu yang tepat bagi pemerintah untuk bersikap tegas terhadap Facebook. Kejadian kebocoran data yang di dalamnya termasuk data masyarakat Indonesia itu juga dinilai dapat menjadi pelecut bagi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk lebih bersikap tegas.

"Sekarang adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk bersikap tegas pada Facebook. Bahkan, Facebook dinilai sudah melanggar UU ITE dengan ancaman pidana 12 tahun penjara dan Komenkominfo diharapkan bisa bersikap tegas melindungi data masyarakat Tanah Air," kata pemilik lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha melalui keterangan tertulis, Kamis (5/4).

Kejadian kebocoran data yang melibatkan data pengguna Facebook dari Indonesia ini pun dianggapnya dapat menjadi pelecut bagi Kemenkominfo. Pelecut agar mereka bisa bertindak tegas pada layanan yang tidak mengindahkan pentingnya regulasi data pribadi.

"Facebook telah secara sadar membagi data mereka ke Cambridge Analytica (CA) dan 1 juta orang data pengguna Tanah Air yang diambil bukan angka yang kecil. Ini adalah fenomena gunung es, saat masyarakat kita banyak menggunakan layanan asing dan datanya disalahgunakan," tuturnya.

Pratama menjelaskan, isu keamanan data pengguna sudah sejak lama dikritisi. Pemerintah, kata dia, bisa menggunakan momentum ini untuk mendesak Facebook agar membuka servernya di Indonesia. Itu karena hal tersebut sangat erat dengan keamanan data pengguna.

Ia menambahkan, kemungkinan kebocoran data di Facebook juga sangat terbuka dilakukan di aplikasi dan layanan internet lainnya. Untuk itu, pemerintah harus bekerja keras agar pihak-pihak tersebut bisa mematuhi aturan yang ada di Tanah Air.

"Membangun server di Tanah Air adalah kewajiban bagi perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Google. Apalagi, mereka memanen begitu banyak data dari masyarakat," unkgapnya.

Dalam kasus Facebook, jelas dia, sebenarnya pengambilan data dilaksanakan dengan sistematis. Salah satu pintu masuknya adalah menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk bermain kuis maupun game oleh para pengguna Facebook. Dari sanalah, kata Pratama, CA masuk dan mengambil data.

"Setting privasi relatif tidak berguna saat pengguna masih terhubung dengan layanan pihak ketiga di Facebook. Pengguna bisa masuk ke setting dan menghapus semua layanan pihak ketiga tersebut agar lebih aman," ujar Pratama.

Menurut dia, sejak 4 April lalu, Facebook sudah mengeluarkan pernyataan yang salah satunya berupa janji mereka, mulai 9 April 2018, di bagian atas atau beranda akan muncul notifikasi aplikasi pihak ketiga apa saja yang dipakai penggunanya. Dengan begitu, pengguna Facebook bisa melakukan pilihan untuk menghapus pemakaian aplikasi tersebut pada akun masing-masing.

Selain itu, sambung Pratama, Facebook juga mulai menghapus dan membatasi API (application programm interface) yang bisa diakses oleh aplikasi di Facebook. API pada grup, fan pages, Facebook Messenger, dan Instagram hanya akan bisa diakses oleh aplikasi yang sudah mendapatkan persetujuan Facebook.

"Ini berarti developer lokal yang selama ini mendapatkan keuntungan dengan membangun berbagai tools optimasi Facebook juga harus mendapatkan approval terlebih dulu," kata dia.

Salah satu yang sangat krusial menurut Pratama adalah Facebook menghapus fitur pencarian yang selama ini bisa menggunakan nomor seluler ataupun surel. Itu dilakukan untuk mengurangi praktik pengumpulan data oleh aplikasi pihak ketiga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement