Rabu 04 Apr 2018 20:46 WIB

KPU Perluas Tafsir UU Pemilu untuk Larang Caleg Napi Korupsi

KPU tetap akan memperjuangkan usulan tersebut agar bisa diterima pemerintah dan dpr.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
 Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana larangan calon anggota legislatif (caleg) dari mantan narapidana korupsi merupakan bentuk perluasan tafsir dari UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Aturan yang dicantumkan dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ini juga bertujuan memberikan edukasi kepada pemilih.

"KPU memperluas tafsir dari undang-undang, yakni dengan menambahkan norma baru berupa ketentuan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/4).

Dia menyatakan aturan tersebut juga penambahan norma dalam PKPU, yang sebelumnya hanya memuat pelarangan untuk mantan pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkotika. “Maka, kami tambah ketentuan yang baru itu," jelas Wahyu 

Dengan adanya penambahan ketentuan ini, tiga mantan narapidana yang terkait dengan tiga kasus, yakni pelaku kejahatan seksual anak atau pedofilia, bandar narkotika, dan koruptor tidak boleh mendaftar sebagai calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sebab, Wahyu, penambahan ketentuan ini berarti menegaskan bahwa ketiga kategori mantan narapidana tersebut sudah melakukan kejahatan yang luar biasa.

Wahyu menjelaskan, yang dimaksud memperluas tafsir adalah memperluas tafsiran pasal 240 ayat 1 huruf (g) UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017, yang berbunyi: Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

"Kami mengusulkan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg itu tercantum pada pasal 8 huruf (J) PKPU tentang Pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota,” kata Wahyu. 

Aturan itu, Wahyu menyebutkan, berbunyi: Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten dan kota adalah warga negara Indonesia yang harus memenuhi syarat, antara lain bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual dan korupsi.  Dia melanjutkan, rancangan PKPU tersebut telah disampaikan kepada DPR pada Selasa (3/4). 

KPU akan melakukan uji publik terhadap rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota pada Kamis (5/4). Sementara itu, rapat dengar pendapat terhadap rancangan itu dijadwalkan digelar pada Senin (9/4).

Menurut Wahyu, KPU tetap akan memperjuangkan usulan tersebut agar bisa diterima oleh pemerintah maupun DPR dalam rapat dengar pendapat nanti. Jika usulan KPU diterima maka akan ada terobosan hukum dalam penyelenggaraan kepemiluan.

“Yang terpenting adalah, menjadi pesan moral bagi parpol untuk persiapkan kader terbaiknya agar bisa dipilih oleh pemilih. Aturan ini juga memberi edukasi bagi pemilih untuk memilih wakil rakyat dengan rekam jejak yang baik," tegas Wahyu.

Tafsir KPU tersebut menjadi kontroversi, di antaranya karena korupsi tidak dianggap kejahatan luar biasa. Selain itu, pelarangan tersebut berarti pencabutan hak politik yang menjadi kewenangan pengadilan. Biasanya, pencabutan hak politik menjadi hukuman tambahan dalam putusan perkara korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement