Rabu 04 Apr 2018 08:28 WIB

Tokoh Perubahan Republika 2017: Komjen Pol Syafruddin

DMI menjalankan visi dan misi memakmurkan masjid dan dimakmurkan masjid.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Elba Damhuri
Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Syafruddin.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang juga Wakapolri Komisaris Jenderal Pol Syafruddin (kanan) mengenakan baju gamis pemberian Ulama Mekkah Saudi Arabia Syekh Kahlid Al Hamoudi (kiri) di Kantor DMI, Jakarta, Senin (2/4).

Tempat yang ada di sekitar masjid bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan usaha, baik kecil maupun menengah. Dengan begitu, kata dia, masyarakat yang berada di sekitar bisa dimakmurkan oleh masjid.

Amanah yang diembannya sebagai wakil ketua umum PP DMI menginspirasinya dalam dua hal. Pertama, adalah pengembangan fungsi masjid dan meramaikannya. Belum lama ini dia mengunjungi Astana Kazakhstan, negeri yang pernah menjadi tempat komunisme berkembang itu kini diramaikan Muslim. Mereka bersemangat menunjukkan identitasnya.

Muslimah beramai-ramai menutup aurat memenuhi ruang publik. Baik lelaki maupun perempuan, umat Islam meramaikan masjid ketika azan berkumandang. Sambil menundukkan kepala mereka mengangkat kedua tangan, bertakbiratul ihram, tanda berserah diri kepada Allah.

Menurut Syafruddin, belasan tahun lalu masjid di sana hanya diisi seratus hingga dua ratus Muslim shalat Jumat. Kini, ribuan Muslim memadati setiap shaf, bahkan hingga ke halaman dan jalanan untuk mendirikan shalat Jumat.

Ia mengungkapkan, perkembangan umat Islam di London belasan tahun terakhir juga mencuri perhatian dunia. Ratusan masjid kini berdiri di sana. Bahkan, sejumlah rumah ibadah agama lain dialihfungsikan menjadi masjid yang menjadi tempat mereka berkumpul untuk mencurahkan kesyukuran atau keluh kesah menghadapi kehidupan.

Mereka juga beramai-ramai memenuhi berbagai sektor publik untuk aktualisasi diri. Umat Islam Indonesia juga mengalami hal yang tak jauh berbeda. “Para pemuda penuh semangat meramaikan masjid,” kata dia.

Fenomena itu, menurut dia, terjadi di Masjid Agung Sunda Kelapa, Masjid Cut Meutia, dan sejumlah masjid lain. Tingginya semangat anak-anak muda untuk beribadah, kata dia, membuat sebagian masjid tak mampu lagi menampung jamaah sehingga mereka tumpah ruah di jalanan hanya untuk beribadah.

Sampai kapan pun, dia menjelaskan, masjid akan selalu menjadi tempat umat berharap. “Semua itu adalah dinamika masyarakat Muslim di berbagai wilayah,” ujar Syafruddin.

Apa maksudnya? Dinamika tersebut menunjukkan umat Islam semakin mendekati dan mencintai ajarannya. Mereka bersemangat mengkaji Alquran berisikan syair indah dan ajaran penuh inspirasi. Mereka juga merujuk pada hadis yang diriwayatkan para sahabat dan ulama otoritatif.

Di dalamnya ada harapan. Ibarat sinar yang menerangi sekitar, harapan menggerakkan seluruh anggota tubuh, bahkan umat untuk ramai-ramai mengagungkan asma Allah. Tempatnya bukan saja di majelis atau rumah, melainkan masjid yang merupakan rumah Sang Pencipta.

Umat memahami beribadah dalam arti luas berbuat segala kebaikan akan mendapatkan ganjaran lebih besar bila dilakukan di masjid. Shalat di rumah hanya diganjar satu kebaikan. Sedangkan, bersujud di masjid diganjar pahala 27 kali lipat. “Itulah harapan,” kata ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2004-2009 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement