Senin 02 Apr 2018 16:16 WIB

Kemendikbud Susun Soal UN 2018 dengan Instrumen HOTS

Soal UN yang disusun dengan instrumen HOTS tersebut juga melibatkan guru, dan sekolah

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Winda Destiana Putri
Siswa SMKN 1 Katapang, Kabupaten Bandung akan melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), Senin (2/4). Penyelenggaraan UNBK di SMKN 1 tersebut diklaim berjalan lancar.
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Siswa SMKN 1 Katapang, Kabupaten Bandung akan melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), Senin (2/4). Penyelenggaraan UNBK di SMKN 1 tersebut diklaim berjalan lancar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk meningkatkan kualitas soal Ujian Nasional(UN), pada tahun 2018 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai memasukan soal-soal yang disusun dengan instrumen Higher Order Thinking Skill (HOTS). Mendikbud Muhadjir Effendy inginsedikit demi sedikit, siswa lulusan sekolah menengah bisa memiliki kemampuan yang menjadi standar hinggatahun 2025.

"Tahun ini untuk meningkatkan kualitas soal UN, dengan memasukkan secara bertahap HOTS itu yang menjadi standar sampai tahun 2025," kata Muhadjir di Jakarta, Senin (2/4).

Dengan memasukkan soal-soal yang mengacu pada instrumen HOTS, dia juga berharap mampu mendeteksi secara akurat kemampuan setiap siswa dan siswi di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga target pemerintah yang menjadikan UN sebagai ajang evaluasi pendidikan, akan semakin bisa dipertanggungjawabkan.

"Tapi kalaupun misal terjadi temuan selama UN ini, kita dapat menjadikannya dasar untuk melakukan perbaikan. Terutama di daerah yang wilayahnya masih terbilang pelosok," jelas Muhadjir.

Selain itu, lanjut Muhadjir, soal UN yang disusun dengan instrumen HOTS tersebut juga melibatkan guru, dan pihak sekolah. Maka secara tidak langsung, guru-guru pun telah dibekali ilmu dan pelatihan ketikamemproduksi soal tersebut.

Dia menerangkan, perancangan soal dengan instrumen HOTS, diharapkan mampu menepis keraguan beberapa instansi akan kualitas dan kemampuan lulusan sekolah menengah. Sebab, hingga saat ini menurut Muhadjir, masih banyak lembaga dan institusi yang mengabaikan kerja keras siswa dengan tidak menggunakan hasil UN sebagai salah satu acuan dan referensi.

"Tidak ada alasan lagi untuk menggunakan hasil UN ini. Saya kira kalau ada lembaga mengabaikan kerja keras siswa-siswi yang telah menunjukkan tingkat kejujurannya yang tidak diragukan lagi ini adalah suatu pelecehan," tegas Muhadjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement