REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ada optimisme dari Calon Wakil Gubernur Jabar nomor urut 4 Dedi Mulyadi terhadap wilayah Cirebon. Jika terpilih kelak, Dedi memiliki proyeksi menjadikan Cirebon sebagai pusat peradaban seperti halnya Yogyakarta.
Optimisme Dedi diungkapkan saat memenuhi undangan Pesantren Raja’ul Ulum Hidayah Al Isma’iliyah, Kabupaten Cirebon, belum lama ini. Dedi diundang dalam peringatan Isra Mi’raj dan khitanan putera salah satu pengasuh pesantren Raja’ul Ulum Hidayah Al Isma’iliyah.
Menurut Dedi, Cirebon sudah memenuhi kualifikasi sebagai pusat peradaban. Hal ini terlihat dari narasi ajaran peninggalan Sunan Gunung Jati di daerah tersebut. Bahkan, papar dia, ajaran tersebut telah ada sejak Pangeran Cakrabuana atau Ki Shamadullah yang bergelar Sri Mangara Cakrabuana menjadi penguasa daerah itu.
‘’Nah, narasi-narasi itu bukan hanya berisi ajaran. Tetapi, ada juga tentang arsitektur bangunan, tata pemerintahan, makanan dan pakaian,’’ ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin (2/4). Seluruh kekayaan itu, imbuh dia, harus dieksplorasi sehingga bisa menghadirkan pertumbuhan dari segala aspek.
Eksplorasi yang dimaksud, ungkap Dedi, yaitu berupa penelitian sejarah. Hasilnya, menurut dia, harus diartikulasikan ke dalam strategi pembangunan di wilayah tersebut.
“Kita harus berangkat dari sejarah dulu, kemudian dari sana ada kesimpulan. Hasil penelitian itulah kita masukan ke dalam langkah-langkah pembangunan,” ujarnya.
Eksplorasi dan pemeliharaan terhadap kultur Cirebon, sambung Dedi Mulyadi, memiliki implikasi besar. Di antaranya, Cirebon yang secara geografis termasuk ke dalam wilayah Provinsi Jabar dapat menyaingi Daerah Istimewa Yogyakarta.
‘’Batik trusminya kan sekarang sudah berjalan dengan pesat. Pengelolaannya nanti lebih dimaksimalkan dalam seluruh aspek, makanan, kesenian, dan seluruhnya. Kalau ini kita lakukan, kita bisa menyaingi Yogya,’’ tuturnya.
Dedi menegaskan, aspek pariwisata dapat mendatangkan nilai tambah yang besar bagi sebuah daerah. Karena itu, situs religi seperti makam Sunan Gunung Jati, makam Syaikh Datuk Kahfi, tegas dia, harus tetap dijaga dengan baik.
Gagasan dan pemikiran Dedi terhadap Cirebon menuai apresiasi dari para kyai pesantren Raja’ul Ulum Hidayah Al Isma’iliyah. Para kyai itu mendaulat Dedi untuk naik Kereta Paksi Naga Liman.
Cawagub Jabar nomor urut 4 Dedi Mulyadi menaiki kereta Paksi Naga Liman di Pesantren Raja’ul Ulum Hidayah Al Isma’iliyah, belum lama ini.
Sesuai dengan namanya, kereta kencana yang sarat nilai sejarah itu memiliki bentuk berupa gabungan tiga hewan. Yakni Paksi (Garuda), Naga (Ular Naga) dan Liman (Gajah). Pada bagian liman, terdapat trisula yang melilit dengan gaya siap menyerang.
Trisula tersebut merupakan lambang Iman, Islam dan Ihsan dalam Agama Islam. Syaikh Datuk Kahfi dan Sunan Gunung Jati berada di garda terdepan penyebaran Agama Islam di daerah tersebut.
“Kereta ini hanya replika dan memiliki sejarah panjang bagi Cirebon. Yang aslinya sudah udzur dimakan usia, adanya di keraton,” kata Kyai Asep, sebelum meminta Dedi Mulyadi naik kereta kencana tersebut.
Kiai Asep merupakan salah satu pengasuh pondok pesantren yang menggelar acara peringatan Isra Mi’raj. Darah keraton yang mengalir dalam dirinya membolehkan dia untuk ikut merawat kereta tersebut setiap Bulan Rajab tiba.