REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya berencana menerapkan larangan bagi narapidana kasus korupsi yang ingin maju sebagai calon kepala daerah. Namun, larangan ini belum bisa dilaksanakan untuk Pilkada 2018.
Menurut Hasyim, pihaknya tidak bisa merubah Peraturan KPU (PKPU), terkait pencalonan kepala daerah. Jika beberapa pihak menginginkan revisi PKPU agar dapat mengganti calon kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, maka KPU berpandangan lain.
"Level (perubahan)-nya harus di undang-undang (UU Pilkada). Untuk ke depannya, agar bisa mendapatkan calon-calon yang bersih, KPU mengusulkan bagi mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg. Usulan ini rencananya juga diberlakukan untuk Pilkada yang selanjutnya (setelah pilkada 2018)," ujar Hasyim di Jakarta, Jumat (30/3).
Sebelumnya, pada Kamis (29/3), Hasyim mengatakan pihaknya mengusulkan ada aturan yang melarang para mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif dalam Pemilu 2019 mendatang. Aturan ini akan masuk dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) pencalonan caleg Pemilu 2019.
Menurut Hasyim, poin aturan tentang larangan ini tidak ada dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Namun, wacana larangan ini dianggap perlu dimasukkan dalam PKPU pencalonan caleg.
"Nanti akan kita masukkan juga aturan yang sebenarnya di UU Pemilu tidak ada, terkait mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg. Kami akan masukkan di PKPU pencalonan caleg," jelas Hasyim ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.
Dia lantas menjelaskan dasar dari usulan tersebut. Hasyim menuturkan, KPU berpendapat jika tindak pidana korupsi mengandung unsur penyalahgunaan wewenang.
"Koruptor itu pasti menyalahgunakan wewenang, orang yang sudah menyalahgunakan wewenang berarti sudah berkhianat kepada jabatannya, negaranya dan sumpah jabatannya. Maka dia tidak layak menduduki jabatan politik/kenegaraan lagi," tegasnya.
Lebih lanjut Hasyim menuturkan jika usulan ini baru pertama kali dilakukan oleh KPU. Jika usulan ini disetujui, maka larangan bagi mantan narapidana untuk mendaftar sebagai caleg pemilu juga akan diterapkan untuk pertama kalinya dalam sejarah kepemiluan Indonesia.
Adapun tujuan usulan ini, kata Hasyim, adalah mencari wakil rakyat yang bersih. "Kalau ada penolakan ini berarti termasuk bagian (pihak) yang tidak mau bersih. Dengan adanya aturan ini, berarti partai politik (parpol) harus selektif memilih bakal calegnya," paparnya.
Sementara itu, ketika ditemui secara terpisah, Komisioner KPU, Viryan, mengatakan
pihaknya tidak memiliki dasar untuk melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) agar memungkinkan adanya penggantian calon kepala daerah tersangka atau bermasalah hukum. KPU berpandangan revisi PKPU berpotensi dilakukan jika ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Terkait dengan hal itu (revisi PKPU), norma apa yang nanti akan dijadikan dasar oleh KPU ? Ini nanti akan sangat riskan. Apa yang menjadi dasar bagi KPU melakukan revisi ?" ungkap Viryan, Rabu (28/3).
Dia melanjutkan, risiko yang dimaksud adalah potensi adanya gugatan-gugatan akibat tindakan KPU jika revisi PKPU jadi dilaksanakan. Sebab, dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tidak ditegaskan aturan yang memperbolehkan seorang calon kepala daerah tersangka diganti jika belum ada putusan hukum yang tetap.