REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film menjadi hiburan menarik bagi masyarakat dan anak Indonesia. Tetapi, menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Susanto, film di Indonesia yang ramah anak masih bisa dihitung jari.
Seiring dengan maraknya kasus-kasus pelanggaran anak di berbagai sektor, Susanto melihat dibutuhkannya inovasi karya-karya film yang memberikan edukasi kepada publik. "Misalnya, mencegah terjadinya bullying, kekerasan, pornografi, kejahatan seksual, penyalahgunaan narkotika dan sebagainya," ujarnya melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (29/3).
Saat ini, film-film Indonesia dengan penonton terbanyak didominasi dengan nuansa dewasa dan remaja. Pada 2016, tercatat 32 judul dengan penonton mencapai 9,6 juta, sementara pada 2017 ada 27 judul dengan penonton hingga 15,3 juta. Beberapa film domestik terlaris di antaranya Pengabdi Setan dan Surga yang tak Dirindukan.
Padahal, tingkat kerentanan anak menjadi korban dari karya-karya film yang bermuatan negatif terbilang tinggi. Potensi anak di Indonesia yang mencapai 87 juta orang menjadi pelaku dari pengaruh menonton film juga cukup besar.
"Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para pegiat dan industri perfilman," ucap Susanto.
Pada Hari Film Nasional yang jatuh pada Jumat (30/3), Susanto mengajak kepada semua pihak, baik artis, pegiat film maupun korporasi di dunia perfilman mulai memperhatikan film yang memang dikhususkan untuk anak. Ia berharap, Hari Film Nasional pada tahun ini dapat menjadi momentum untuk mewujudkan film ramah anak.