Rabu 28 Mar 2018 15:18 WIB

Tidak Hanya Gerindra, PAN Juga Berpeluang Usung Gatot

Sekjen PAN mengatakan, partainya juga berpeluang mengusung Gatot di pilpres.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascapertemuan mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, muncul berbagai spekulasi. Salah satu isu yang muncul adalah mengusung duet calon presiden (capres) Prabowo dengan Gatot sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Namun, Wakil Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Daulay menyatakan tidak hanya Partai Gerindra yang berpotensi mengusung Gatot, tetapi juga PAN. "Semua masih cair, Mas. Tidak hanya Gerindra, partai lain pun masih berpeluang mendukung Gatot dan capres alternatif lainnya. Begitu juga dengan PAN dan partai-partai lain," kata Saleh saat dihubungi melalui telepon, Rabu (28/3).

Saleh menjelaskan, sampai saat ini semua partai politik (parpol) masih menginginkan ketua umum masing-masing. Namun, Saleh sangat optimistis, dalam waktu yang tidak lama lagi akan mengerucut pada kandidat yang dinilai kuat. Apalagi masih banyak waktu untuk parpol melakukan komunikasi atau lobi politik guna memutuskan capres-cawapres serta membangun koalisi untuk pemilihan presiden (pilpres) 2019.

"Masih ada waktu, masih cukup dinamis. PAN sekarang masih sibuk dengan pilkada dan persiapan seleksi caleg. Tentu ada sedikit banyak bicara pilpres, tapi kepastiannya akan disampaikan pada saatnya," ujarnya.

Saleh melanjutkan, PAN sudah sering berkomunikasi dan silaturrahim secara informal dengan Gatot. PAN juga kerap mengundang Gatot di acara resmi partai dan diminta memberikan pandangannya soal kebangsaan. Namun, Saleh mengaku untuk. komunikasi formal soal capres dengan Gatot belum terjadi.

Selain itu, menurut Saleh, pasangan Prabowo-Gatot bisa saja diusung. Sebab militer-militer bukan abnormalitas. Karena dalam sejarah politik di Indonesia, justru pasangan militer-militer sudah banyak, terutama di era Orde Baru. Selama memiliki kualitas dan dibutuhkan oleh masyarakat, kombinasi pasangan tidak ada masalah.

"Jadi kira bisa saja, karena itu bukan hal abnormalitas dalam kancah perpolitikan di Indonesia," ujar Saleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement