REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menilai, banyak variabel yang tengah dipertimbangkan Joko Widodo (Jokowi) dalam memilih calon wakil presiden (Cawapres) untuk maju ke Pilpres 2019. Salah satu di antaranya, alasan politik.
"Apakah secara politik, pasangannya kelak akan mampu menjamin stabilitas atau tidak," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (26/3).
Variabel berikutnya dari sisi elektoral, yakni apakah kekuatan Cawapres yang dipilih minimal tidak menimbulkan dampak negatif. "Kemudian, dari segi kapabilitas dan kapasitas, apakah orang terpilih itu memang tepat menjadi Cawapres serta kompetensi yang diinginkan sesuai dengan prioritas Jokowi atau tidak," katanya.
Prioritas ini yang masih belum dipastikan Jokowi. Apabila ingin fokus pada pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang tengah jadi sorotan di Indonesia, Jokowi membutuhkan orang dengan kemampuan dan pengalaman di bidang hukum serta politik. Untuk kriteria ini, Djayadi melihat, Mahfud MD memiliki kompetensi.
Tapi, Djayadi menambahkan, apabila untuk memastikan penuntasan agenda ekonomi termasuk infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan, Jokowi bisa mencari ‘penjaga gawang’ program ekonomi. "Kalau konteknsya ini, nama Sri Mulyani bisa masuk," ucap direktur eksekutif di Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) ini.
Atau, apabila Jokowi memastikan bahwa isu ekonomi dan hukum bisa ditangani melalui menteri serta ingin mempersiapkan regenerasi, tokoh nasional muda bisa menjadi pilihan. Saat ini, menurut Djayadi, bukan perkara sulit untuk mencari sosok muda di bidang politik. Sebut saja Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan atau sosok lain.
Satu hal lagi variabel yang penting adalah bagaimana perkembangan persepsi masyarakat terhadap kinerja presiden. Jika kinerjanya positif, Jokowi dan partai pendukungnya akan lebih leluasa dalam memilih cawapres. "Tapi, kalau tiba-tiba ada kejadian menjelang Pilpres, memilih cawapres harus lebih hati-hati," kata Djayadi.