Senin 26 Mar 2018 23:43 WIB

JK: Perpustakaan Nasional Perlu Tingkatkan Sosialisasi

Wapres JK meminta Perpusnas meningkatkan sosialisasi ke masyarakat secara luas.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Bayu Hermawan
Wapres Jusuf Kalla
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wapres Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla meminta Perpustakaan Nasional untuk meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat secara luas, terutama di era digital. Hal ini menyusul masih luasnya kapasitas perpustakaan digital yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat.

"Kapasitas perpustakaan digital kita baru digunakan 1,5 persen, berarti hampir 99 persen masih idle atau kurang dimanfaatkan," ujar Jusuf Kalla dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Perpustakaan Nasional, Senin (26/3).

Menurut Jusuf Kalla, kapasitas perpustakaan yang masih idle tersebut bukan berarti masyarakat tidak mau datang ke perpustakaan. Namun, perpustakaan perlu meningkatkan sosialisasi untuk meningkatkan minat baca masyarakat melalui perpustakaan digital.

"Saya sering lewat (Gedung Perpustakaan Nasional), bagus ini gedung tapi bagaimana cara memanfaatkannya, (perpustakaan) bukan hanya menawarkan buku tapi bagaimana cara membaca buku digital," kata Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla meminta agar Perpustakaan Nasional dapat melakukan aksi jemput bola untuk meningkatkan minat baca masyarakat, dan bukan hanya melayani kebutuhan para ilmuwan saja. Apalagi, pada era digitalisasi ini perpustakaan telah banyak mengalami perubahan. Jusuf Kalla mengatakan, Perpustakaan Nasional harus menangkap peluang untuk mengembangkan sistem dengan kecepatan digitalisasi tersebut.

Melalui sistem tersebut, diharapkan perpustakaan bisa mendekatkan diri kepada masyarakat dari tingkat pedesaan hingga perkotaan. Sehingga perpustakaan tidak hanya sekadar menunggu pengunjung untuk datang, melainkan melakukan aksi jemput bola kepada masyarakat agar mau datang ke perpustakaan dan membaca buku.

"Perpustakaanlah yang bergerak, bukan masyarakat yang bergerak, itulah cara dewasa ini jadi bukan hanya menunggu tapi bagaimana menawarkan (kepada masyarakat) untuk membaca buku tersebut," kata Jusuf Kalla.

Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional Syarif Bando mengatakan, Gedung Perpustakaan Nasional memiliki fasilitas kemampuan bandwidth hingga 100 GB per second. Namun sampai saat ini rata-rata yang terpakai yakni sekitar 1,3 GB per second dengan kemampuan 1,2 juta akses secara bersamaan.

"Itu artinya kita masih memiliki potensi sekitar 98 juta akses pada saat yang bersamaan, sehingga misalnya peserta didik kita jumlahnya 53 juta, kita masih bisa melayani dua kali lipat dari itu," ujar Syarif.

Syarif menyampaikan, saat ini Perpustakaan Nasional memiliki 3,6 juta koleksi yang terdiri dari karya cetak dan digital serta berlangganan jurnal nasional sebanyak 42 ribu yang terdiri dari 2 miliar artikel. Menurut Syarif, dengan fasilitas ini maka Perpustakaan Nasional memiliki potensi informasi yang sangat memadai bagi para ilmuwan.

Melalui rapat koordinasi nasional ini diharapkan dapat membangun sistem jaringan informasi antara perpusatakaan. Sehingga nantinya ada suatu pintu yang dapat mengubungkan akses seluruh koleksi di setiap perpustakaan.

"Yang dibutuhkan adalah dukungan dari semua pihak sehingga bisa memanfaatkan perpustakaan ini dengan baik," ujar Syarif.

Berdasarkan penelitian Perpustakaan Nasional pada 2017, menunjukkan bahwa kegemaran membaca masyarakat Indonesia masih harus ditingkatkan. Data menunjukan bahwa trekuensi membaca orang Indonesia rata-rata 3 hingga 4 kaIi per minggu dengan lama waktu membaca per hari rata-rata hanya 30 hingga 59 menit. Sementara jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5 hingga 9 buku.

Dengan demikian, diperoleh rata-rata tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia adalah 36,48 atau rendah. Selanjutnya, ditinjau dari kualifikasi pendidikan, struktur angkatan tenaga kerja Indonesia, masih didominasi oIeh jenjang pendidikan rendah.

Berdasarkan data BPS pada 2017 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pekerja di Indonesia didominasi oleh para pekerja berpendidikan SMP ke bawah (60 persen), sekitar 28 persen pekerja berpendidikan menengah. Sisanya hanya sekitar 12 persen pekerja Iulusan pendidikan tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement