REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Keputusan Kapolres Karawang AKBP Hendy Febrianto Kurniawan yang tidak akan melanjutkan proses hukum terhadap Sinta (27 tahun), ibu kandung yang diduga telah menganiaya Calista Keysa Oktavia, mendapat apresiasi dari sejumlah pihak. Salah satunya, pakar hukum Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji.
Indriyanto Seno menilai, langkah yang diambil Kapolres Karawang bisa dibenarkan. Kebijakan itu, tergolong restorative justice (RJ) atau pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya. Meskipun, pada prinsipnya hukum pidana itu harus ditegakkan.
"Tapi, dalam perkembangannya hukum itu berjalan dinamis," ujar Seno, saat dihubungi melalui telepon selularnya oleh sejumlah media, Senin (26/3).
Dia berpendapat, proses hukum yang mendera Sinta, tidak akan menyelesaikan masalah hidupnya. Jika Sinta masuk penjara, Seno menilai, ibu dua anak itu akan semakin frustasi.
Apalagi, posisi saat ini dia sudah kehilangan putrinya. Tak hanya itu, Sinta mengalami tekanan hidup karena sudah dua kali dikecewakan oleh suaminya. Bila, Sinta masuk penjara maka anak pertamanya yang berusia delapan tahun akan semakin terlantar.
Karena itu, Seno sepakat dengan langkah yang diambil Kapolres Hendy. Apalagi, dalam kasus ini Hendy lebih mengedepankan kemanusiaan dan hati nurani.
Dalam ilmu hukum, langkah Hendy ini sesuai dengan asas materiele wederrechtelijkheid. Meskipun, perbuatan Sinta ini adalah formil melawan hukum. Tetapi, hilang sifat melawan hukumnya secara materil dengan alasan kondisi hati nurani dan kemanusiaan.
"Sehingga, alasan Kapolres Karawang ini bisa dipahami. Apalagi, perbuatan Sinta ini cenderung reaksi akumulatif dari pengalaman yang membuatnya frustasi," ujarnya.