Ahad 25 Mar 2018 05:19 WIB

Menjadi Dewasa dalam Berbangsa

Lalu, untuk apa sebenarnya manusia takabur diri dan merasa paling digdaya?

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Foto:

Padahal, sejatinya kekuasaan yang ada di tangan siapa pun itu sungguh fana, tiada yang mutlak dan abadi. Kekuasaan itu titipan Tuhan yang bisa diberikan atau sebaliknya dicabut kapan pun oleh-Nya, sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.’” (QS Ali ‘Imrân: 26).

Lalu, untuk apa sebenarnya manusia takabur diri dan merasa paling digdaya?

Spirit kebersamaan

Di negeri ini tak boleh ada orang atau golongan pongah yang bersikap paling benar dan digdaya sendiri. Indonesia itu milik semua, ia tegak di atas bangunan kebersamaan. Mereka yang mendapatkan mandat kekuasaan penting memberikan ruang bagi pihak yang di luar pemerintahan untuk menjalankan fungsi kritik dan berkontribusi membangun negeri sehingga tidak monolitik dan bersikap otoritarian.

Sebaliknya, siapa pun yang ada di luar pagar pemerintahan perlu belajar lapang hati dan tetap berkhidmat membangun bangsa dengan jiwa kenegarawanan tinggi. Satu sama lain dalam posisi yang berbeda dapat saling berkomunikasi, berdialog, saling kritik secara argumentatif, berbagi, dan sama-sama berkhidmat untuk negeri secara elegan layaknya para negarawan demi kejayaan bangsa dan negara.

Mereka yang besar mengayomi yang kecil, yang kecil menghormati yang besar. Kebersamaan dibangun di atas perbedaan tanpa perlu menyatukan keberbedaan menjadi satu warna. Mereka yang memiliki akses dan aset besar secara ekonomi dan politik mesti mau berbagi dan berkiprah menegakkan keadilan sosial bagi semua serta menjauhi sikap rakus yang tak berkesudahan.

Golongan mana pun penting untuk saling asah, asih, dan asuh secara autentik dan tidak mengembangkan sikap dan tindakan manipulasi yang merusak keutuhan berbangsa bernegara. Keberagaman itu anugerah Allah yang mesti dirawat dan diberi makna luhur secara tulus dan jujur untuk kehidupan bersama.

Bung Karno memberi pesan luhur untuk seluruh anak bangsa, “Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua."

Maka ketika ada keresahan di tubuh bangsa ini akan berbagai ketimpangan dan ketidakadilan, semuanya perlu berintrospeksi diri. Jangan ada siapa pun di negeri ini yang bebas dalam keserakahan dan kerakusan, yang menyebabkan mayoritas anak bangsa hidup tak beruntung dan menjadi budak di negerinya sendiri. Indonesia tidak boleh dibiarkan menjadi milik segelintir orang yang tidak bertanggungjawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement