REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Gubernur NTB TGH Muhamad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) menghadiri undangan jajaran Universitas Lampung (Unila) untuk mengisi acara tabligh akbar dengan tema "Generasi Qurani untuk Negeri" di Masjid Al Wasi'i, Unila, Bandar Lampung, Jumat (23/3). Setelah ceramah, TGB berinteraksi dengan mahasiswa di Unila.
Jamaah memberikan sejumlah pertanyaan melalui secarik kertas yang sudah disediakan panitia. Kebanyakan pertanyaan yang ditujukan kepada Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Cabang Indonesia ini berkaitan dengan seputar dunia Islam dan bagaimana mewujudkan pemerintahan yang baik.
Namun, tak sedikit pula yang menanyakan perihal isu TGB akan maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) pada 2019. Sedikitnya ada lima pertanyaan yang menjurus seputar isu pilpres 2019. "Waduh, berat-berat ini pertanyaannya karena ini masih isu, saya enggak bisa menjawabnya," kata TGB sambil tersenyum.
TGB lebih memilih menjawab pertanyaan di luar pilpres 2019, seperti bagaimana membangun nasionalisme bangsa, menyikapi bonus demografi Indonesia pada masa mendatang, serta hubungan Islam dengan politik. "Kondisi umat Islam di Indonesia, Insya Allah masa depannya baik kalau punya anak muda yang baik," ujar TGB.
TGB mengajak anak muda saat ini membangun visi ke depan, menghimpun segala macam kebaikan, dan bergerak bersama untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Terkait nasionalisme, TGB mengimbau generasi muda menumbuhkan sikap bangga terhadap bangsa sendiri. Menurut dia, hal ini penting agar bangsa ini juga dihormati bangsa lain.
"Yang paling penting, mulai hargai diri sendiri, bangsa sendiri. Bagaimana kita buat orang lain menghormati bangsa sendiri (Indonesia), kalau kita tidak hormati bangsa kita," kata TGB.
Terkait politik dan Islam, menurut TGB, tidak bisa dipisahkan. TGB memandang, aspek keagamaan tidak bisa dilepaskan dari segala praktik kebangsaan dan berjalan seiringan. Hal ini jelas termuat dalam sila pertama --Ketuhanan yang Maha Esa-- yang digagas para pendiri bangsa.
"Sila pertama dari pendiri, artinya agama tidak boleh dipisahkan dari praktik kebangsaan kita. Nilai agama harus menjiwai praktik berpolitik kita," ungkap TGB.