Rabu 21 Mar 2018 16:56 WIB

Ketimpangan Penguasaan Tanah Cermin Ketidakadilan

Siapapun pejabat yang memberikan izin penguasaan tanah bagi konglomerat harus diusut.

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas KLHK memasang pita tanda larangan di lahan perkebunan Rokan Hulu, Riau,  yang dibakar.  (Foto: Dok KLHK)
Foto: Kementerian LHK
Petugas KLHK memasang pita tanda larangan di lahan perkebunan Rokan Hulu, Riau, yang dibakar. (Foto: Dok KLHK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Umum KB PII Pusat Nasrullah Larada, mengatakan penguasaan sebesar 74 persen  tanah oleh 0,2 persen penduduk Indonesia melalui kepemilikan perorangan, koorporat ataupun sekelompok orang patut diusut karena mencerminkan tidak tegasnya keadilan. Sebab, kasus penguasaan lahan tanah oleh sekelompok orang, bahkan oleh asing, tidak boleh dibiarkan mengancam keutuhan dan pemenuhan rasa keadilan bangsa.

''Semua itu jelas merupakan cermin ketidakadilan dan dapat merongrong rasa persatuan serta merusak rasa prikemanusiaan. Siapapun pejabat yang telah memberikan izin penguasaan tanah bagi para konglomerat layak diusut, siapapun dia dan apapun jabatannya,'' kata Nasrullah kepada Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (21/3).

Menurut Nasrulah, sikap tegas dan legawa atas soal kasus penguasaan tanah harus diambil karena merupakan jawaban paling tepat jika pemerintah ingin dianggap serius akan melakukan reforma agraria.

Sehingga, jika kemudian muncul pernyataan Amien Rais itu harus sepatutnya dianggap merupakan hentakan atau peringatan keras kepada Presiden Jokowi agar segera bertindak tegas menyelamatkan aset negara berupa tanah yang telah dikuasai oleh para konglomerat itu.

''Ingat selama ini sudah ada janjidari Pak Jokowi untuk memberantas mafia, termasuk mafia tanah dan mafia hutan, dalam kampanye Capres dahulu itu. Implementasi janji itu harus segera terwujud sebelum dimulainya kembali kontestasi calon presiden di Pilpres 2019,'' tegasnya lagi.

Sehingga, ungkap Nasrullah, baik pihak swasta maupun pejabat yang terlibat kongkalingkong dalam kasus penguasaan tanah itu, layak diberi ganjaran yang setimpal. Ini karena mereka jelas-jelas telah mengkhianati konstitusi dengan memberikan penguasaan tanah kepada segelintir penduduk, baik perorangan, koorporasi maupun sekelompok orang tertentu.

"Kami berharap harus arif melihat persoalan. Kami tidak ingin negara ini seperti kasus di Pakistan di mana negara itu tak bisa bergerak akibat segelintis orang menguasai mayoritas lahan atau tanah. Kita tidak ingin menjumpai kasus ini di negara tercinta ini,'' ujarnya.

Yang paling menakutkan, lanjut Nasrulah, adalah bila ketimpangan sosial, khususnya ketimpangan dalam keppemilikan lahan, tetap dibiarkan dan tidak diselesaikan. Konflik sosial dipastikan akan meledak.

''Kita tak boleh membiarkan sesuatu yang buruk itu terjadi. Kita semua punya beban melanjutan cita-cita luhur dari para pendiri bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Bukan hanya sekelompok orang yang sejahtera dan hidup makmur,'' tegas Nasrullah.

Seperti diberitakan sebelumnya, Nasrullah Narada mengatakan, apa yang diucapkan Amien Rais di Bandung ketika berbicara mengenai distribusi penguasaan tanah adalah fakta. Ini arena memang mayoritas penguasaan tanah itu dimiliki orang asing, perusahaaan, atau segelintir kelompok kecil masyarakat. Jelas ini bisa dinamakan tirani minoritas pertanahan atau agraria.

”Oleh itu ada ancaman atau kritikan kepada Pak Amin yang menyoal soal penguasaan tanah itu salah besar. Ancaman itu bentuk premanisme politik. Cara-cara ini akan meruntuhkan wibawa pemerintah. Apalagi, pernyataan ini ditujukan kepada tokoh reformasi,'' kata Nasrullah.

Menurut dia, para tokoh dan bangsa ini hendaknya merenungkan dan belajar atas kenyataan itu. Faktanya, memang 10 persen penduduk Indonesia menguasai 40 persen tanah dan 30 persen menguasai 70 persen tanah. Lahan tanah itu dikuasai oleh pribadi maupun perusahaan. Misalnya, ada satu orang atau perusahaan yang hingga mengusai jutaan hektare tanah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement