REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Firman Subagyo menilai saat ini ada sekitar 800 jenis narkoba di dunia dan 71 jenis di antaranya sudah masuk dan beredar di Indonesia. Menurutnya, UU Narkotika di Indonesia harus direvisi karena sudah tidak relevan lagi dengan pengkembangan Narkoba di dunia saat ini.
"Padahal dalam UU Nomor 35 Ttahun 2009 tentang Narkotika, baru mengatur 16 jenis narkoba. Ini menunjukkan regulasi tentang narkoba di Indonesia sudah tertinggal jauh dengan perkembangan narkoba di dunia," kata Firman Subagyo pada diskusi "Forum Legislasi: Urgensi Revisi UU Narkotika" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Firman Subagyo, UU Narkotika di Indonesia tertinggal jauh dengan perkembangan narkoba di dunia, banyak aturan yang sudah tidak relevan lagi sehingga perlu segera direvisi.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan, usulan revisi UU Narkotika untuk penguatan regulasi dalam menyikapi makin marak dan sistemiknya penyelundupan narkoba ke Indonesia. Dia mencontohkan, pada Januari hingga Februari 2018, TNI, Polri, BNN dan Bea Cukai berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 2,6 ton narkoba ke Indonesia.
"Ini menunjukkan Indonesia sudah menjadi sasaran utama pasar narkoba internasional," katanya.
Politikus PKS ini mensinyalir, Indonesia menjadi pasar utama narkoba internasional karena menjadi kawasan yang nyaman dalam peredaran narkoba. Dia juga menengarai adanya kerja sama antara bandar dan pengedar narkoba dengan oknum aparat sehingga memudahkan peredaran narkoba di Indonesia.
Nasir Djamil melihat dalam UU Narkotika belum mengatur secara lengkap sanksi terhadap penyalahgunaan narkoba. Menurut dia, pengguna narkoba itu ada dua kategori, yakni pengguna narkoba untuk diri sendiri atau pemakai serta pengguna narkoba untuk orang lain atau pengedar.
"Pemakai adalah korban, sedangkan pengedar adalah pelaku. Namun, kedua kategori ini semua mendapat sanksi sama dihukum penjara," katanya.
Nasir menjelaskan, dalam UU Narkotika mengatur pasal keranjang soal sanksi penyalahgunaan narkoba, yakni pasal 111 dan pasal 112. "Pasal ini perlu segera direvisi agar dapat tepat sasaran dalam mengatasi bahaya narkoba," katanya.
Nasir menilai, pemberantasan narkoba substansinya adalah pemberantasan terhadap sindikat dan pengedar narkoba. Namun selama ini yang terjadi adalah korban narkoba yang ditangkap dan dipenjara, bukannya direhabilitasi.
"Remaja yang jadi korban dan dipenjara, malah belajar ilmu kejahatan dari narapidana lainnya sehingga makin menjadi penjahat," katanya.