REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) mendorong kepolisian di Aceh mengungkap tuntas kasus prostitusi yang melibatkan anak termasuk hidung belang pengguna jasa terlarang tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan Firdaus menanggapi terungkapnya kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur oleh Kepolisian Resor (Polres) Aceh Barat, pekan lalu.
"Kami mendorong agar Polda Aceh dan jajaran mengungkap kasus ini termasuk membongkar jaringan serta menangkap hidung belang pengguna prostitusi anak," kata Komisioner KPPAA Firdaus D Nyak Idin di Banda Aceh, Selasa (20/3).
Firdaus mengatakan, KPPAA mengapresiasi kerja Polres Aceh Barat yang telah membongkar kasus prostitusi anak tersebut. KPPAA juga akan terus mendukung kepolisian mengungkap kasus lainnya seperti perdagangan anak.
Selain itu, KPPAA juga mengharapkan kepolisian lainnya di Provinsi Aceh mengungkap kasus serupa karena indikasi perdagangan manusia, terutama anak sering sekali tidak tampak secara kasatmata. Firdaus menyatakan, kasus prostitusi melibatkan anak di Aceh Barat, tidaklah sederhana.
Banyak pasal dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak yang dilanggar. Di antaranya pasal kekerasan seksual terhadap anak, kelalaian pengasuhan anak dan pasal tipu muslihat.
"Sehingga anak melakukan perbuatan cabul, dan lainnya," ungkap Firdaus yang juga Komisioner KPPAA membidangi hak sipil, partisipasi, kesehatan, sosial, anak dalam situasi darurat, anak berkebutuhan khusus.
Firdaus menegaskan, pihak penyedia dan pengguna prostitusi anak tersebut adalah pedofilia dan predator anak yang dapat melakukan aksinya dimana pun dan kapan pun. Untuk itu, penting menangkap para pedofilia ini dan dihukum seberat-beratnya.
"KPPAA juga berharap pemerintah setempat melakukan langkah-langkah perlindungan khusus, misalnya dengan memberikan layanan konseling untuk pemulihan/rehabilitasi kesehatan fisik, mental dan sosial kepada si anak yang menjadi korban," kata dia.
Selain itu juga tetap memberikan pelayanan pendidikan, menyediakan serta mempersiapkan lingkungan sosial dan pengasuhan yang memadai bagi proses pemulihan dan tumbuh kembang si anak.
"Termasuk memberikan perlindungan hukum dan pendampingan selama proses peradilan. Serta memberikan dukungan penguatan bagi keluarga korban dan melakukan upaya lain agar hal serupa tidak terjadi lagi," pungkas Firdaus.