REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah diminta untuk membenahi kepadatan kendaraan di luar ruas tol atau non-tol karena masalah tersebut dinilai sangat sistemik. Upaya pembenahan kepadatan pergerakan kendaraan di luar ruas tol harus dilakukan karena berdampak jangka panjang.
"Non-tol harus dibenahi, angkutan umumnya juga dengan upaya revitalisasi angkutan umum," kata pengamat transportasi Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno, Selasa (20/3).
Dia mengatakan baik tol maupun non-tol saling berkaitan dan kebijakan pemerintah untuk solusi jangka panjang terkait pengaturan kendaraan sangat dibutuhkan. Sebab, kebijakan pembatasan kendaraan dengan skema ganjil-genap di ruas tol Jakarta-Cikampek masih disebut sebagai solusi jangka pendek.
"Kalau tidak dilakukan revitalisasi, jangan harap masyarakat akan beralih ke angkutan umum, revitalisasi ini juga akan mengurai kepadatan tol," katanya.
Djoko menyebutkan jumlah penduduk Jabodetabek 31.077.315 jiwa dengan 24.897.391 kendaraan bermotor. Berdasarkan data Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, kendaraan bermotor tersebut terdiri dua persen angkutan umum, 23 persen mobil pribadi dan 75 persen sepeda motor.
Total pergerakan di Jabodetabek tahun 2015 sebesar 47,5 juta per hari. Pergerakan dalam kota Jakarta 23,42 juta orang per hari.
Pergerakan komuter 4,06 juta orang per hari dan pergerakan melintas Jakarta dan internal Bodetabek 20,02 juta orang per hari. "Tahun 2018 sudah mencapai 50 juta pergerakan per hari," katanya.
Dia menuturkan permasalahan sekarang adalah tingkat kemacetan semakin tinggi, sepeda motor makin dominan, angkutan umum makin menurun.
Sementara itu, lanjut dia, peran angkutan umum massal baru mencapai dua sampai tiga persen, kereta rel listrik (KRL) tiga sampai empat persen. "Infrastruktur angkutan massal sangat terbatas, pengadaan bus dan KRL masih belum memenuhi perjalanan. Minimnya pendanaan angkutan umhm, khususnya di Kawasan Bodetabek," katanya.
Djoko menambahkan di Jabodetabek sudah tersedia jaringan KRL Jabodetabek dan Bus Transjakarta. "Tahun 2012 baru enam koridor, sekarang sudah 80 koridor termasuk 13 jalur busway," katanya.
Dia menyebutkan pada 2013, rata-rata 431.886 penumpang per hari, pada 2017 sudah meningkat rata-rata 993.992 penumpang per hari. "Artinya ada peningkatan 230 persen," katanya.
Menurut dia, menambah kapasitas KRL sudah sulit dilakukan, karena hampir semua rangkaian sudah 19-12 kereta untuk setiap rangkaian, sementara itu menambah frekuensi perjalanan, terhambat perlintasan sebidang dengan jalan raya. "Salah satunya memperpanjang jaringan pelayanan KRL hingga Cikarang. Sekarang sudah dilakukan, tetapi belum bisa maksimal, karena jalur dwi ganda belum selesai terbangun," katanya.
Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan pengguna angkutan umum sesuai Rencana Induk Transportasi Jabodetabek 40 persen (2019) dan 60 persen (2039) dibangunlah LRT Jabodebek, LRT Jakarta dan MRT Jakarta. "Upaya lain masih bisa dilakukan dengan memperpanjang layanan Bus Transjakarta hingga kawasan Bodetabek, juga memberikan layanan angkutan umum yang tersedia di seluruh kawasan perumahan di Bodetabek," katanya.
Djoko mengatakan layanan bus hingga seluruh kawasan perumahan bisa dioperasikan pada jam sibuk masuk hingga pusat Kota Jakarta, sementara pada jam tidak sibuk cukup singgah di stasiun KRL terdekat. "Kesalahan masa lalu, jika ada pengembang membangun kawasan perumahan tidak diwajibkan menyediakan rute sarana angkutan umum. Akibatnya penduduk daerah penyangga Jakarta atau Bodetabek, rata rata terbesar membawa kendaraan pribadi yang sebagian besar melalui jalan tol," katanya.
Sementara itu, jalan non tol sudah tidak sanggup lagi menerima limpahan volume kendaraan yang begitu besar dan cepat tumbuh. Program ganjil genap di akses gate tol adalah salah satu upaya untuk mengurangi kendaraan pribadi ke Jakarta dan mengalihkan penumpang dengan angkutan umum.
Namun, menurut dia, penerapan ganjil genap tidak hanya di Bekasi tetapi dapat untuk semua akses pintu masuk tol di kawasan yang lain, Tangerang, Bogor dan Depok. Namun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan tidak akan memberlakukan penerapan ganjil-genap di ruas Tol Jagorawi.
"Tidak ada ganjil-genap di Tol Jagorawi, untuk Tol Jagorawi itu hanya menambahkan jalur bus. Kapasitasnya belum melampaui di Tol Jagorawi cuma kita menambah pelayanan dengan membuat jalur khusus untuk bus. Dua pekan lah paling lama kita akan lakukan," katanya.
Selain tidak memberlakukan kebijakan sistem ganjil-genap pada kendaraan pribadi di ruas jalan arah pintu Tol Jagorawi, Menhub juga memastikan tidak akan memberlakukan pembatasan operasional angkutan barang golongan III, IV dan V di Tol Jagorawi seperti yang diterapkan di pintu tol Bekasi.