Ahad 18 Mar 2018 17:11 WIB

6 Cakada Tersangka, Akademisi: Tak Perlu Revisi UU Pilkada

Hukum acara pidana di Indonesia mengenal asas praduga tak bersalah.

Ilustrasi uang suap.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ilustrasi uang suap.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tidak perlu direvisi kembali terkait peserta pilkada berstatus tersangka dapat diganti oleh partai politik atau gabungan parpol. Sebab, hukum acara pidana di Indonesia mengenal asas praduga tak bersalah.

"Jadi, sepanjang putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap (inkrah), yang bersangkutan kita anggap belum bersalah," kata Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono di Semarang, Ahad (18/3). 

Teguh mengatakan hal itu ketika menjawab pertanyaan mengenai perlu tidaknya merevisi kembali UU No 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Khususnya,  ada usulan agar pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) atau merevisi kembali UU tersebut.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 pernah mengalami perubahan hingga dua kali. Pada perubahan pertama (UU No 8/2015) dan terakhir (UU No 10/2016), belum ada ketentuan parpol/gabungan parpol dapat mengusulkan pasangan calon pengganti terkait dengan peserta pilkada berstatus tersangka.

Teguh mengimbau calon pemilih tidak usah galau, yang penting tidak mencoblos pasangan calon berstatus tersangka pada hari-H pemungutan suara pilkada, 27 Juni 2018. Menurut Teguh, tertangkapnya sejumlah peserta pilkada, yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka, menunjukkan ketidakmampuan parpol menyuplai pemimpin yang bersih.

"Harusnya di tahap awal parpol konsultasi dengan KPK sehingga tidak mencalonkan orang yang bermasalah hukum," kata alumnus Flinders University Australia itu.

Menyinggung operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah calon kepala daerah oleh KPK, Teguh mengatakan semua itu pembelajaran penting bagi para petinggi parpol. "Jadi, biar untuk pembelajaran pemilih untuk cerdas dan parpol harus cermat menyeleksi bakal pasangan calon yang akan mereka usung pada pilkada," katanya.

KPK menetapkan enam calon kepala daerah (cakada) terkait tindak pidana korupsi. Keenamnya, yakni Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang mencalonkan kembali pada pilkada setempat, Bupati Ngada Marianus Sane yang sedang mengikuti kontestasi Pilgub NTT. 

Pelaksana tugas Bupati Subang Imas Aryumningsih yang sedang mengikuti Pilkada Subang, Bupati Lampung Tengah Mustafa yang merupakan calon gubernur Lampung, dan calon gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Terakhir, calon gubernur Maluku Utara yang juga Ahmad Hidayat Mus. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement