Jumat 16 Mar 2018 08:20 WIB

Larangan Bercadar Itu Justru Datang dari Kampus Islam

Pandangan ulama berbeda-beda, tapi khilafiahnya bukan persoalan boleh atau tidaknya.

Rep: Sapto Andika Candra, Novita Intan/ Red: Budi Raharjo
Edaran yang berisikan imbauan bagi civitas akademika IAIN Bukittinggi untuk tidak mengenakan cadar.
Foto:
Wanita bercadar. (ilustrasi)

Hayati Syafri, dosen Bahasa Inggris di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang libur mengajar untuk sementara, mengaku telah melalui proses panjang sebelum ia akhirnya memutuskan untuk bercadar. Hayati mulai bercadar sejak akhir 2017. Sejak itu pula, akunya, desakan dari institusi tempatnya bekerja agar dia kembali melepas cadar terus berdatangan.

Padahal, Hayati mengaku, salah satu motivasinya dalam bercadar adalah keinginan untuk memperbaiki citra cadar yang telanjur negatif melekat di pikiran masyarakat. Ia tidak menampik, cadar selama ini lekat dengan terorisme atau gerakan radikalisme. Hayati mencoba meyakinan bahwa hal itu salah.

"Saya selalu berusaha seramah mungkin kepada semua orang meski bercadar. Bahagia hati ini, ketika melihat orang yang tadinya sinis, begitu kita ajak bicara dia tersenyum," kata Hayati, Kamis (14/3).

Hayati ingin semua orang memahami bahwa keputusannya bercadar murni berasal dari keyakinannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia juga mencoba meyakinkan bahwa cadar bukanlah simbol terorisme dan radikalisme. "Kalau ada anggapan cadar itu terorisme, itu tidak beralasan," katanya.

Hayati juga mengungkapkan pengalamannya ketikan pertama kali mengenakan cadar. Hayati yang saat itu masih merampungkan pendidikan doktoralnya di Universitas Negeri Padang (UNP) justru diselamati banyak orang. "Selamat hijrah ya, Bu," kata Hayati menirukan perkataan rekan-rekannya di UNP.

Hayati mengaku terharu saat itu, ketika banyak orang justru mendukungnya. Ironisnya, sikap berbeda justru ditampilkan di kampus tempatnya mengajar, yakni IAIN Bukittinggi. Sejak awal ia mengenakan cadar, desakan kampus agar ia kembali dengan gaya busana sebelumnya mulai muncul. "Nah, di IAIN saya terkejut. Karena saya bercadar ini justru malah tidak didukung di IAIN," katanya.

Hayati merupakan dosen perempuan yang terpaksa libur mengajar di IAIN Bukittinggi mulai semester genap tahun ajaran 2017/2018 ini. Ia tidak diberikan jam mengajar karena tidak sejalan dengan kemauan kampus dalam menjalankan kode etik berpakaian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement