REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Revisi Undang-undang Terorisme akhirnya menyepakati pelibatan TNI dalam penanggulangan aksi terorisme. Pelibatan tersebut tertuang di Pasal 43 Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Final dan aklamasi (pelibatan TNI), tinggal definisi, jadi ini sudah kita putus," ujar Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/3).
Syafii menilai keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme adalah sebuah keniscayaan. Namun terkait bagaimana pelibatan TNI, Pansus sudah menyepakati lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Presiden. "Tetapi harus selesai paling lama setahun setelah UU disahkan," ujar Anggota Komisi III DPR tersebut.
Hal sama diungkapkan anggota Pansus lainnya Arsul Sani. Ia mengatakan bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Itu juga terjemahan dari pasal 7 ayat 2 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Arsul melanjutkan, alasan detil pelibatan TNI dituangkan dalam peraturan presiden karena soal pemberantasan terorisme salah satu tugas konstitusionalnya pemerintah. "Dalam hal ini presiden. Yang kedua baik TNI maupun polisi ini kan sama-sama aparat pemerintahan di bawah kendali presiden. Biar presidenlah yang mengatur peran itu. Tetap dlm koridor UU yang ada," ujarnya.
Legislator PPP itu menambahkan, jika pun ada perluasan peran tersebut tentu harus diubah dalam peraturan undang undang, termasuk UU TNI. "Itu kira-kira kesepakatannya. Jadi UU terorisme tidak secara detail mengatur tentang peran TNI dalam terorisme. Tapi menyepakati bahwa peran itu akan diatur secara detail dalam bentuk peraturan presiden," kata Anggota Komisi III DPR tersebut.