Rabu 14 Mar 2018 19:17 WIB

BPBD akan Teliti Potensi Longsor di Perbukitan Menoreh

Potensi longsor yang dipelajari yang bersifat fatal.

 Ilustrasi tanah longsor.
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Ilustrasi tanah longsor.

REPUBLIKA.CO.ID,  KULON PROGO -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta akan meneliti potensi tanah longsor di kawasan Perbukitan Menoreh. Saat ini BPBD sudah mulai mempelajari rekahan tanah di Kecamatan Girimulyo, Samigaluh dan Kalibawang yang berpotensi longsor bersifat sliding atau parsial yang bisa berdampak fatal.

"Selama ini, tanah longsor yang terjadi di Kulon Progo berbentuk parsial dan bersifat runtuhan," kata Kepala BPBD Kulon Progo Gusdi Hartono di Kulon Progo, Rabu (14/3). 

Menurut dia, berdasarkan kajian awal, ada tiga titik kecamatan di Perbukitan Menoreh yang menjadi prioritas dikaji dan diamati, seperti Kalibawang, Girimulyo dan Samigaluh.

Di kecamatan tersebut ditemukan titik rekahan panjang dan dalam di Dusun Soropati, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap; Dusun Jeruk, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh; Dusun Nogosari, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo; Dusun Gerpule, Desa Banjarharjo, Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang.

Gusdi mengatakan BPBD akan menggandeng akademisi dalam melakukan kajian potensi longsor.

"Kami ingin mengetahui, apakah terdapat konektivitas antarrekahan. Karena apabila memang terdapat konektivitas rekahan di wilayah satu dengan lainnya, berarti ada ancaman yang lebih besar ketimbang longsor yang selama ini terjadi. Kondisi rekahan tersebut semakin mengkhawatirkan mengingat Perbukitan Menoreh terdiri dari komposisi batuan lapuk," katanya.

Gusdi mengatakan pada 2017, tercatat ada 995 titik bencana, mayoritas di antaranya bencana tanah longsor. Sedangkan pada 2018, hingga 12 Maret terdata delapan tanah longsor, dua pergerakan tanah, satu pohon tumbang.

BPBD Kulon Progo sendiri sudah memasang 90 unit alat sistem peringatan dini (EWS) dan beberapa EWS cadangan. "Peka terhadap tanda alam diperlukan karena terkadang tidak ada longsor tapi EWS mengeluarkan bunyi, atau sebaliknya. Untuk itu, warga harus lebih terhadap alam," imbaunya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement