REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga saat ini, Gerindra masih belum mengumumkan siapa yang akan menjadi capres mereka. Menurut pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Pangi Syarwi Chaniago, hal tersebut merupakan strategi untuk melihat situasi.
"Paling tidak, partai melakukan cek ombak atau testing on the water," kata Pangi, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/3).
Ia mengatakan, partai politik sering kali menggunakan strategi menggantung. Hal tersebut bukan dilakukan karena ketidakyakinan Gerindra dan Prabowo untuk mendeklarasikan diri, tetapi karena strategi mereka untuk membaca peta politik terlebih dahulu.
"Sehingga, bisa membaca peta politik, mengalkulasi dan menghitung ulang simulasi konstelasi elektoral. Biasanya kalau menggantung itu ada bargaining position-nya, dan bisa main dua kaki, bisa berselancar ke poros mana pun," ujar Pangi menjelaskan.
Ia menilai hingga saat ini Prabowo Subianto masih menjadi nama yang paling kuat di partai tersebut. Ia mengatakan, masih belum ada pergeseran dukungan terhadap Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
"Sejauh ini saya melihat belum terjadi pergeseran sikap dan dukungan. Gerindra tetap pada sikap awal, yaitu Prabowo capres harga mati," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, DPD Partai Gerindra DKI Jakarta menggelar deklarasi untuk mencalonkan Ketua Umum Prabowo Subianto sebagai calon presiden dalam pemilu presiden (pilpres) 2019 mendatang. Deklarasi ini digelar untuk mendesak Prabowo maju menjadi calon presiden setelah pada 2017 lalu Prabowo enggan mengiyakan hal itu.
"Kalau di DKI, ini acaranya dibalut dengan puncak HUT Partai Gerindra yang ke-10. Insya Allah Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno akan hadir nanti sore di Lapangan Arcici, Jakarta Utara," kata Wakil Ketua DPD Partai Gerindra, Syarif, Ahad (11/3).