REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta KPK untuk menunda pengumuman calon kepala daerah yang dapat ditersangkakan. Hal tersebut, menurut pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, dalam penegakan hukum, KPK juga mencampurkan urusan politik dalam Pilkada ini.
"KPK itu mengumumkan siapa jadi tersangka dasar hukumnya apa? Apakah sudah diperiksa penyidikan dan investigasi sehingga menyimpulkannya jadi tersangka?" papar Mudzakir pada Republika.co.id, Selasa (13/3).
Di sisi lain, dia juga mempertanyakan mengenai bukti-bukti yang menyatakan cakada sebagai tersangka serta proses hukum pidana seseorang. Dalam hukum acara pidana seseorang harus ada proses penyelidikan dulu, jika ditemukan tindak pidana dimulai sprindik untuk dilakukan penyidikan.
"Setelah penyidikan ada dua tahapan untuk dibuktikan dugaan terjadinya tindak pidana, baru ditetapkan jadi tersangka," lanjutnya.
Atas dasar tersebut, Mudzakir menilai tahapan darimana hingga akhirnya KPK mengumumkan 90 persen cakada sebagai tersangka. Di sisi lain, dalam proses penegakan hukum, Mudzakir kembali mempertanyakan mengenai waktu yang digunakan KPK dalam membuat pernyataan tersebut.
"Kenapa jauh-jauh hari sebelumnya tidak langsung diproses, kenapa ketika orang mau mulai kampanye, promosi program, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.
Menurut Mudzakir, hal tersebut yang terkesan KPK mencampuradukkan urusan penegakan hukum dengan urusan politik. "KPK akan mempertegas kembali untuk menjelaskan kepada rakyat Indonesia apa motif mereka mengumumkan tersangka," jelasnya.