REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Edianan Rae menyebutkan, analisis transaksi keuangan yang pihaknya lakukan belum tuntas. Laporan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada akan disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sedangkan laporan yang mengarah ke tindak pidana biasa akan diserahkan ke aparat penegak hukum.
"Pelanggaran ketentuan-ketentuan pilkada kita akan sampaikan ke Bawaslu. Yang tindak pidana biasa akan kita serahkan ke aparat penegak hukum, seperti KPK, Kepolisian, Kejaksaan atau lainnya tergantung relevansi kasus," kata Dian kepada Republika.co.id, Senin (12/3).
Ia kemudian menegaskan, karena laporan-laporan itu masih diklasifikasikan sebagai transaksi mencurigakan, maka belum tentu seluruhnya akan menjadi bentuk pidana. Bisa saja laporan tersebut diklarifikasi dan menjadi transaksi wajar. "Nanti tergantung hasil analisis dan pemeriksaan kami ya," lanjutnya.
Dian mengungkapkan, pihaknya saat ini memiliki laporan transaksi keuangan mencurigakan sebanyak 52 laporan. Sedangkan laporan transaksi keuangan tunai yang mereka miliki sejak 2017 hingga kini ada 1006 laporan. "Itu yang terkait dengan pilkada. Kalau transaksi-transaksi lain tentu jauh lebih banyak dari itu," ujar Dian.
Sebelumnya, Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menerangkan, antara PPATK dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjalin hubungan yang baik. Sehingga, apabila PPATK menemukan suatu kegiatan apapun yang memenuhi unsur pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), maka akan PPATK serahkan ke KPK.
"Kalau kami menemukan sesuatu kegiatan apapun yang di sana atau apa dipenuhi unsur-unsur pasal TPPU ya kami akan kami serahkan," jelasnya.
Di samping itu, Wakil KepalaPPATKDian Erdiana Raemenuturkan, PPATK kali ini saja melakukan pengawasan terhadap aliran dana pilkada atau pun pemilu. Berdasarkan data dari akhir 2017 hingga kwartal pertama 2018, memang sudah ada peningkatan laporan transaksi mencurigakan.