REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Bupati Abdullah Azwar Anas berbagi pengalaman mengenai inovasi yang dilakukan Pemkab Banyuwangi dalam pertemuan yang difasilitasi Bank Indonesia di Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (9/3).
Azwar Anas menjelaskan dirinya diundang dalam forum "High Level Meeting BI" yang dihadiri Kepala Bank Indonesia Sumatera Utara Arief Budi Santoso, Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah, dan jajaran pegawai BI.
Dalam forum itu Anas menyampasikan bahwa Banyuwangi memiliki banyak tantangan, mulai dari aspek infrastruktur hingga sumber daya manusia (SDM). Namun, tantangan itu kemudian dimaknai sebagai peluang untuk berkembang sekaligus dicari solusinya secara bertahap.
"Itulah tantangan daerah skala kecil-menengah seperti Banyuwangi, yang tentu berbeda dengan kota-kota besar yang infrastruktur dan SDM-nya sudah sangat mapan," ujarnya.
Anas mencontohkan tantangan geografis. Banyuwangi berada di ujung timur Pulau Jawa, jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama. Sehingga gerak ekonomi pun tak seberapa kencang. Tantangan itu kemudian diatasi dengan membuka aksesabilitas. Pengoperasian Bandara Banyuwangi menjadi program 100 hari saat Anas kali pertama menjabat pada akhir 2010. Aksesabilitas yang membaik itu sekaligus ikut mendongkrak pariwisata daerah tersebut.
Dari dulu, kata dia tak ada penerbangan. Namun kini ada tujuh kali dalam sehari, yaitu tiga kali dari Surabaya, serta empat kali dari Jakarta. Jumlah penumpang melonjak 1.400 persen. "Kami juga mendesain terminal bandara dengan unik, menjadi terminal berkonsep hijau pertama di Indonesia. Itu menjadi diferensiasi kami dibanding daerah wisata lain," ujar Anas.
Untuk penguatan SDM, Anas fokus pada upaya memberi akses pendidikan seluas mungkin bagi kelompok warga kurang mampu. Dalam lima tahun terakhir, Pemkab Banyuwangi menggelontorkan Rp15 miliar bagi lebih dari 700 anak muda untuk kuliah di berbagai kampus di seluruh Indonesia.
Banyuwangi juga memberikan tabungan Rp1 juta untuk ribuan pelajar miskin, serta bantuan uang saku serta transportasi untuk empat kecamatan dengan potensi kemiskinan tertinggi. Untuk peningkatan kualitas SDM, Banyuwangi juga mendorong geliat kampus-kampus, termasuk pendirian Universitas Airlangga (Unair) kampus Banyuwangi dan Politeknik Negeri.
Anas menambahkan, gerak ekonomi di Banyuwangi menguat ditopang antara lain oleh sektor pariwisata yang menjadi payung bagi sektor lainnya, mulai dari UMKM hingga pertanian.
"Jadi makin wisata bergeliat, UMKM laris, termasuk produk-produk pertaniannya," ujarnya.
Anas bersyukur beragam program terpadu mampu mendorong peningkatan pendapatan per kapita warga dua kali lipat dari Rp 20,8 juta (2010) menjadi Rp 41,5 juta per orang per tahun (2016). Kemiskinan di Banyuwangi juga turun cukup pesat ke level 8,6 persen, lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Jatim yang masih tembus dua digit.