REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Staf Kostrad Majyen (Purn) Kivlan Zen mengusulkan poros baru yang akan muncul di pilpres 2019 sebaiknya dari koalisi NU-Muhammadiyah. Basis massa NU dan Muhammadiyah yang tergabung dalam tiga parpol, seperti PKB, PAN, dan PPP, sangat mungkin mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil preside (cawapres) sendiri.
Koalisi tiga parpol PKB, PAN dan PPP secara treshold sudah lebih dari 20 persen sebagai syarat pencapresan. Karena itu, menurut Kivlan, seharusnya tiga partai ini bisa memunculkan poros baru capres-cawapres dari perwakilan NU-Muhammadiyah.
"Masa suara NU yang 60 juta dan Muhammadiyah yang 10 juta dikasihkan ke orang lain. Bisa dipakai sendiri," kata Kivlan.
Untuk nama capres atau cawapres, ia yakin pasti ada. Menurut dia, di internal NU muncul nama Muhaimin Iskandar dan di Muhammadiyah, misalnya, ada nama Din Syamsuddin.
Dengan munculnya koalisi capres dan cawapres dari NU-Muhammadiyah ini, ada tiga koalisi di pilpres 2019. Pertama, koalisi pendukung Jokowi, dengan empat parpol; PDIP, Golkar, Nasdem, dan Hanura.
Kemudian, koalisi pendukung Prabowo dari Gerindra dan PKS yang sudah mencapai treshold 20 persen. Lalu, koalisi dari parpol berbasis NU-Muhammadiyah dengan parpol PKB, PAN, dan PPP. Dengan demikian, kata dia, Prabowo yang treshold-nya sudah cukup dengan Gerindra dan PKS 20 persen, tidak head to head dengan Jokowi.
Masyarakat pun makin banyak pilihan. Persoalan PPP sudah deklarasi ke Jokowi, menurut dia, PPP sebagai partai berbasis massa NU-Muhammadiyah setuju dengan koalisi ini.
"PPP sebagai salah satu partai berbasis NU-Muhammadiyah harus miliki kebanggaan dengan adanya koalisi ini. Masih sangat bisa PPP tertarik dan ikut bertarung dalam satu koalisi sendiri," ungkapnya.