Jumat 09 Mar 2018 13:36 WIB

Sulitnya Membentuk Poros Tengah Capres 2019

Setidaknya ada dua faktor penting penyebab poros ketiga capres 2019 sulit dibentuk.

Rep: Inas Widyanuratikah, Febrianto A Saputro, Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Komandan Satuan Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/3).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Komandan Satuan Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/3).

REPUBLIKA.CO.ID  Sejumlah politisi Partai Demokrat, PKB, dan PAN kembali menggelar pertemuan pada Kamis (8/3). Pertemuan itu membahas sejumlah hal terkait Pemilu 2019, termasuk kemungkinan membentuk poros ketiga atau poros tengah.

Poros ini berada di luar partai yang mendukung kembali Joko Widodo sebagai calon presiden pada pilpres 2019 maupun poros Partai Gerindra yang akan mengusung Prabowo Subianto. "Kita membahas gagasan poros tengah itu, poros ketiga," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan.

Poros ketiga dimungkinkan untuk memberi pilihan alternatif bagi masyarakat di pilpres 2019. Poros ini juga terbuka untuk partai-partai lain, selain Demokrat, PKB, dan PAN. Pesan pentingnya, makin banyak pilihan partai maka makin bagus, dan masyarakat mempunyai pilihan yang baik.

Pertemuan ketiga partai itu belum membicarakan sosok calon presiden, tetapi lebih kepada mengintensifkan komunikasi antara tiga partai. Pembicaraan berikut masih sangat terbuka dilakukan untuk menggodok kemungkinan terbentuknya poros ketiga ini.

Poros pertama yang dipimpin PDIP dengan mencalonkan kembali Jokowi. Di sini ada Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP. Poros kedua ada Gerindra dan PKS dengan mengusung Prabowo. Kedua poros ini sudah memenuhi ambang batas bawah kursi parlemen dan suara.

PDI bersama partai pendukungnya memiliki 51,66 persen kursi di DPR. Gerindra memiliki 73 kursi dan PKS 40 kursi di parlemen. Dengan total 113 kursi maka Prabowo telah mengantongi 20,17 persen kursi di DPR.

Tiga partai lainnya belum menentukan pilihan, yakni Demokrat, PAN, dan PKB. Jumlah kursi mereka di DPR jika digabungkan mencapai 27,94 persen. Ini artinya, mereka bisa mencalonkan capres sendiri dengan membuat poros baru atau poros ketiga.

Pengamat pemilihan umum (pemilu), Girindra Sandino, berpendapat wacana Partai Demokrat untuk membentuk poros ketiga pada pilpres 2019 mungkin bisa terjadi. Syaratnya, Demokrat, PAN, dan PKB berkomitmen mewujudkan rencana itu.

Pembentukan poros baru ini wajar terjadi meski ia mengakui akan sulit terwujud. "Namun demikian, politik itu dinamis," kata Sandino di Jakarta, Jumat (9/3), dilansir dari Antara.

Menurut Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia ini, parpol-parpol yang ingin membangun poros ketiga pasti sudah membaca peta politik dan dinamika perilaku pemilih Indonesia. Pemilih selalu merasa euforia terhadap hal-hal baru yang mengedepankan harapan baru.

"Ini sebuah alternatif, pemusnah kejenuhan politik. PKB dan PAN sudah menuju ke arah situ. Saya kira sudah betul arah politik PKB dan PAN membangun poros ketiga alternatif politik untuk rakyat," ujarnya.

Akan tetapi, sebelum terbentuk saja, banyak isu penting yang belum dijawab kelompok poros ketiga ini. Pertama, siapa yang bakal menjadi capres/cawapres poros ini? Dari tokoh-tokoh yang diusung ketiga partai ini, belum memiliki tingkat keterpilihan tinggi sebagai capres.

"Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) belum memenuhi kriteria sebagai capres, lebih baik sebagai cawapres," kata Sandino.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement