Kamis 08 Mar 2018 17:12 WIB

LIPI: Jika Capres Tunggal, Publik Semakin Apatis ke Parpol

Dalam perspektif demokrasi, capres tunggal berarti suatu kemunduran.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Peneliti Senior LIPI R Siti Zuhro.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Peneliti Senior LIPI R Siti Zuhro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhroh menegaskan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang tak semestinya hanya diikuti satu pasangan calon. Sebab, jika ditinjau dari perspektif demokrasi sangat tidak masuk akal. Apalagi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 juga diikuti cukup banyak peserta, yaitu 15 Parpol.

Apabila calon tunggal tetap terjadi pada Pilpres 2019 nanti, Siti Zuhro mengatakan hal itu merupakan kemunduran demokrasi. Karena masyarakat tidak akan mendapatkan pencerahan dan pendidikan pokitik yang berkualitas. Sebab, absennya etika politik para elite dan aktor dalam proses pemilu.

"Jika sampai the worst happened, ini taruhan legitimasi partai. Apatisme publik ke parpol akan makin menguat seiring dengan absennya partai dalam melaksanakan fungsinya dalam merekrut dan mengusung capres-cawapres," ungkap Siti, saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (8/3).

Siti menambahkan, semestinya demokrasi memberikan peluang bagi warga negara yang terseleksi integritas, kompetensi dan kepemimpinannya untuk dikontestasikan dalam Pemilu 2019. Parpol-parpol berperan penting dala mengusung calon terbaik untuk dikompetisikan kualifikasinya dengan calon-calon lain.

"Dengan banyaknya jumlah parpol yang ikut pemilu 2019 dimungkinkan akan muncul tiga pasangan calon. Karena itu, parpol perlu membangun koalisi utk mengusung calon. Tanggung jawab moral politik inilah yang tidak bisa dinafikan partai-partai," tegas Siti Zuhroh.

Kemudian, kata Siti Zuhroh, media, akademisi dan civil society juga harus konsisten mengawal proses demokrasi dan mendorong kontestasi berlangsung secara berkualitas. Pengawalan itu dilakukan agar pemilu nanti berlangsung demokratis, damai dan penuh keadaban. Bukan sebaliknya, penuh pelanggaran dan menghalalkan semua acara.

"Termasuk mendorong-dorong munculnya capres tunggal dan sosialisasi tertuju hanya ke pencarian cawapres saja. Lingkungan politik seperti ini sangat tidak sehat dan bisa membuat kesalahan-kesalahan politik makin menumpuk," tutup Profesor Riset LIPI ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement