Kamis 08 Mar 2018 01:58 WIB

Belanda Terkesan Upaya Indonesia Kurangi Pernikahan Dini

Girls Not Brides terkesan dengan program pemerintah Indonesia yang terintegrasi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani (kiri) berjabat tangan dengan Putri Mabel dari Belanda selaku Kepala Dewan Organisasi Girls Not Brides sebelum pertemuan di Jakarta, Rabu (7/3).
Foto: Antara/Reno Esnir
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani (kiri) berjabat tangan dengan Putri Mabel dari Belanda selaku Kepala Dewan Organisasi Girls Not Brides sebelum pertemuan di Jakarta, Rabu (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi perempuan asal Belanda, Girls Not Brides, mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi pernikahan dini. Direktur Girls Not Brides Putri Mabel mengaku dirinya sengaja mengunjungi Indonesia untuk mengerti tentang Indonesia.

Meski pernikahan dini menjadi masalah di banyak negara, namun di Tanah Air, satu dari sembilan perempuan menikah ketika masih berusia di bawah 18 tahun. Padahal, kata dia, pernikahan dini punya risiko kesehatan untuk sang ibu dan bayi yang dilahirkan juga terancam. Oleh karena itu, Putri Mabel sangat mendukung Indonesia dengan berbagai macam programnya untuk mengurangi pernikahan dini.

"Saya terkesan dengan apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia karena semua program yang ada sudah terintegrasi," ujarnya usaipertemuan bilateral dengan menteri koodinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani dengan pembahasan mengatasi pernikahan anak di Indonesia, di Jakarta Pusat, Rabu (7/3).

Sebelumnya, Puan mengakui, angka pernikahan dini di Tanah Air memang relatif tinggi dibandingkan negara-negara lain. Salah satu faktor penyebabnya yakni putus sekolah.

Untuk itu, pemerintah memberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) agar mereka mendapatkan layanan pendidikan. Pemerintah menitikberatkan sektor pendidikan karena hal itu dapat berpengaruh besar terhadap pengurangan pernikahan dini.

"Kita memberikan program KIP sebanyak 19,7 juta kepada siswa mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu juga ada Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta keluarga penerima manfaat yang dilaksanakan mulai Januari tahun ini," ujarnya.

Di samping itu, kata dia, pemerintah juga memberikan perhatian lebih kepada pelayanan kesehatan. Tujuannya agar para perempuan memahami tentang kesehatan reproduksi dan anak memahami bahwa secara mental dan reproduksi pernikahan dini itu tidak baik.

Puan menambahkan, pemerintah terus memberikan sosialisasi dan edukasi melalui kementerian yang ada. Seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan memasukkan kesehatan reproduksi dalam kurikulum, Kementerian Pemuda dan Olah Raga yang menekankan pada kegiatan olah raga ataupun kegiatan di luar kelas, sedangkan Kementerian Agama memberikan edukasi bahwa menikah di usia terlalu muda itu tidak baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement