Kamis 08 Mar 2018 01:32 WIB

Penyebaran Hoaks Terjadi di Banyak Media Sosial

Persebaran hoaks dan hate speech dilakukan oleh berbagai macam kalangan.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Budi Raharjo
Hoax. Ilustrasi
Foto: Indianatimes
Hoax. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penyebaran hoaks yang dibuat oleh jaringan penyebar hoaks terjadi di banyak media sosial.  Pakar Teknologi Informasi (IT), Ismail Fahmi, menyebut produk konten yang lebih banyak disebar atau dibagikan adalah produk berjenis hate speech

 

"Memang ada perbedaan tipis antara hoaks dan juga hate speech, kalau hate speech itu misalnya, seseorang tidak suka tokoh A, lalu mereka mengganti kepala A dengan kambing kemudian disebarkan," jelasnya. 

 

Konten-konten tersebut, kata dia, banyak ditemukan di berbagai media sosial, dan yang paling banyak ditemukan adalah dalam halaman facebook fanpage. Sementara untuk media sosial twitter, menurut pengamatannya, tak sebanyak yang ada di media sosial facebook. "Hal ini masih dalam kajian saya, tapi bila memang diamati ya seperti itu," kata dia. 

 

Pemilik gelar S2 dan S3 Information Science dari Universitas Groningen ini yang sedang meneliti penyebaran hoaks dari 2016 ini juga menyebut, persebaran hoaks dan hate speech dilakukan oleh berbagai macam kalangan. Seperti pada kalangan atas, ia menyebut ada seseorang yang memiliki jabatan khusus yang turut melakukan persebaran hate speech

 

Ismail menuturkan, persebaran hoaks sebenarnya telah terjadi sejak lama. Hanya saja, pada zaman sebelum era adanya media sosial, istilah hoaks belum dikenal masyarakat. "Kalau dulu, masyarakat banyak menyebarkan selebaran-selebaran kampanye hitam. Karena teknologi saat ini lebih modern, maka saat ini dinamakan hoaks karena tersebar di dunia maya," jelasnya.

 

Sehingga, saat ini sebenarnya dibutuhkan peranan media mainstream dalam pemberantasan hoaks dan juga hate speech. Republika, kata dia, memiliki peranan penting dalam membantu menurunkan minat masyarakat terhadap hoaks dengan menyajikan berita-berita aktual yang bisa dipercaya. 

 

"Republika sangat senafas dan senada dengan netizen Muslim di media maya. Sehingga, ada kemungkinan mereka akan memberikan atensi kepada produk-produk informasi dari Republika," kata dia. 

 

Ia pesimistis berharap pada kemunculan media-media daring yang tak jelas belakangan ini untuk memberitakan hal-hal yang positif dan seimbang. "Media daring abal-abal itu lebih berbahaya bila mereka terus berproduksi sementara masyarakat belum terliterasi dengan baik," tuturnya.

 

Ismail menyarankan, media harus memberikan pemberitaan sisi positif dari umat Islam. "Banyak hal yang bisa disoroti usai peristiwa 212 lalu," kata dia.

 

Ia mencontohkan, media lebih baik memberikan porsi pemberitaan seputar '212 Mart' yang saat ini mulai berkembang. Berita-berita semacam ini, bila di-share akan lebih bermanfaat bagi umat Muslim. "Jadi jangan melulu soal perpolitikan yang menjemukan," kata dia menegaskan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement