REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satgas Nusantara Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono menyebut penyidikan terkait penyebaran hoaks oleh kelompok The Family MCA (Muslim Cyber Army) masih jauh dari selesai. Polisi masih akan terus melakukan penyidikan lebih lanjut.
"Tentunya yang ini belum selesai, kami tuntaskan, karena masih ada pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu kami lakukan," ujar Gatot di Ancol, Jakarta Utara, Rabu (7/3).
Gatot mengatakan pendalaman tersebut di antaranya terkait lokasi penyebaran hoaks yang meresahkan. Jawa Barat dan Jawa Timur menjadi tempat paling sering terjadi penyebaran hoaks yang meresahkan. Mengenai hal itu, Gatot mengaku belum menemukan adanya penyebab tertentu.
Apalagi, kata dia, Satgas Nusantara baru saja terbentuk dan mulai bekerja beberapa pekan. "Makanya kami ini masih mendalami ini semua. Kami baru dua minggu, kami masih pelajari dari media sosial dan informasi yang belum selesai kita tuntaskan semua," ujar dia.
Terkait spekulasi keterlibatan penyebaran hoaks dengan makar, Gatot menyatakan, penyelidikan belum menunjukkan secara jelas adanya indikasi tersebut. Begitu pula soal tokoh maupun kepentingan-kepentingan khusus di belakang The Family MCA, Polisi masih melakukan penyelidikan lebih dalam.
"Belum, kami belum sampai di situ. Ini kan upaya mereka kan kami belum sampai dalam apakah dia ikut makar nggak," kata dia.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menangkap tujuh orang yang diduga penyebar hoaks dan tergabung dalam kelompok The Family MCA. Seorang tersangka bernama Bobby Gustiono ditangkap Ahad (4/3). Sebelumnya, sejumlah tersangka ditangkap serentak pada Senin (26/2).
Muhamad Luth (40 tahun) ditangkap di Sunter, Jakarta Utara. RSD (35 tahun) ditangkap di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. RS ditangkap di Jembrana, Bali. Sedangkan Yus ditangkap di Sumedang Jawa Barat. Tersangka lain ditangkap di Palu dengan inisial RC, dan seorang lagi di Yogyakarta.
Mereka diduga menyebarkan informasi hoaks bermuatan ujaran kebencian dan bernada provokasi sesuai isu yang berkembang seperti isu kebangkitan PKI, penculikan Ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu. Selain ujaran kebencian, jaringan ini ini diduga juga mengirimkan virus kepada kelompok atau orang yang dianggap musuh.
Virus ini biasanya merusak perangkat elektronik penerima. Mereka terancam dikenai pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU ITE 11/2008 ITE, pasal jo pasal 4 huruf b angka 1 UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau pasal 33 UU ITE.