Rabu 07 Mar 2018 17:12 WIB

Jelang Pemilu, Hoaks Juga Ramai di AS dan Inggris

Kalau media sosial ditutup, elektabilitas Jokowi akan turun.

Rep: Farah Noersativa / Red: Budi Raharjo
Hoax. Ilustrasi
Foto: ABC News
Hoax. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Merebaknya hoaks jelang Pemilu ternyata tak hanya terjadi di Indonesia.  Pakar Teknologi Informasi (IT) Ismail Fahmi menyebutkan hoaks juga terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Inggris jelang pemilu.

 

Melihat fenomena itu, Ismail menganggap lumrah adanya hoaks terutama menjelang pemilu. Ia mencontohkan, ujaran kebencian juga turut meningkat pada media sosial jelang pemilihan rakyat Inggris menentukan keluar dari Uni Eropa (Brexit). Pun ketika Pilpres digelar di AS yang menampilkan dua kandidat capres, Hillary Clinton versus Donald Trump beberapa waktu lalu.

 

Namun, penyebaran hoaks itu juga dipengaruhi oleh budaya negara masing-masing. "Kalau saya lihat, negara seperti Jepang tidak terfokus pada hal-hal seperti ini (hoaks), mereka menggunakan media sosial untuk membangun, tidak seperti kita," ujar lulusan elektro ITB ini.

 

Terkait maraknya hoaks di dalam negeri yang sekarang ditimpakan pada kelompok the Family MCA, pemilik gelar S2 dan S3 Information Science dari Universitas Groningen, Belanda, ini  mengatakan, pemerintah juga mempunyai andil untuk bisa menurunkan produksi hoaks. Hal ini bukan berarti pemerintah harus menutup media sosial. "Kalau media sosial ditutup, elektabilitas Jokowi akan turun," kata dia.

 

Ismail menyarankan pemerintah untuk terus memberikan edukasi dan pendidikan literasi pada masyarakat mengenai pemakaian media sosial yang benar. Sebab, ia melihat merebaknya hoaks tidak lepas dari tingkat literasi yang rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement