Rabu 07 Mar 2018 08:19 WIB

Sebulan Patroli Siber, Polisi Dapat 300 Konten Provokatif

Ratusan konten provokatif itu mengandung SARA, hoaks, dan ujaran kebencian.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Farah Noersativa/ Red: Andri Saubani
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal.
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi tengah gencar melakukan pemberantasan hoaks. Hal tersebut dilakukan salah satunya dengan patroli siber yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri. Dalam sebulan, ratusan konten provokatif mengandung SARA, hoaks, dan ujaran kebencian ditemukan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menyebutkan jumlah konten yang didalami sekitar 300 konten. Itu pun sudah disortir dari ratusan konten yang sudah dipantau sebelumnya dari berbagai indikator, misalnya konten tulisan dari judulnya.

"Sebulan 300, sampai hari ini ada 642 (dua bulan). Itu yang kita temukan, lalu diselidiki," ujar Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (6/3) malam.

Sedangkan dalam sehari, dari puluhan konten, yang ditindaklanjuti sepuluh konten. Tindak lanjut itu berupan penyelidikan lebih lanjut dan pendalaman. "Ada puluhan per hari tapi yang didalami sehari 10. Ada yang diblokir, ada yang didalami, ada yang lanjut penyelidikan, kita lihat dari kontennya," ujar dia.

Belakangan ini, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah tujuh penyebar hoaks yang berada dalam kelompok The Family MCA.  Mereka disebut menyebarkan berita hoaks dengan rasa ujaran kebencian sesuai dengan isu yang berkembang dan bernada provokatif, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu.

Selain ujaran kebencian, sindikat ini ditenggarai juga mengirimkan virus kepada kelompok atau orang yang dianggap musuh. Virus ini biasanya merusak perangkat elektronik penerima.

Pakar teknologi informasi (IT) Ismail Fahmi tak yakin jaringan masif MCA akan mereda usai pihak kepolisian menangkap beberapa tokoh di dalamnya. Apalagi, di tahun ini akan digelar pilkada dan juga pemilu pada 2019 mendatang.

"Saya tidak yakin hoaks MCA akan mereda, yang ada malahpotensi berkembang lebih banyak lagi karena ini musim politik dan juga tahundepan sudah pilpres lagi," tutur Ismail, Rabu (6/3).

Penyebabnya, selain itu adalah konten yang 'dijual' adalah konten mengenai agama. Konten ini, dikatakannya sangat laku dan diminati oleh masyarakat terutama warganet. Ia menuturkan, musim politik saat ini, konten-konten hoaks sering disebar oleh para buzzer untuk mendapatkan perhatian warganet.

Ia juga menyebut, dampak adanya penyebaran hoaks MCA ini akan berlansung membahayakan warganet. "Dampaknya adalah umat. Umat menjadi banyak yang terhasut, mudah marah, dan sesat informasi," kata dia.

Polisi pun, kata dia, juga seharusnya menangkap para penyebar hoaks dari segala kubu. "Jadi bukan hanya kubu MCA saja, kubu propemerintah yang menyebarkan hoaks juga harus ditangkap sehingga berita-berita hoaks tak lagi diproduksi," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement