Rabu 07 Mar 2018 05:09 WIB

PBB, PKB, SI, dan Masyumi: Apa Kabar Islam Politik?

Islam politik sepanjang sejarah jatuh dan bangun, tetapi terbukti tak bisa mati.

Sarekat Dagang Islam
Foto:
Sukarno dan Agus Salim ketika diasingkan ke Prapat, Sumatra Utara.

Dan, seiring jatuhnya Sukarno dari tampuk kekuasaan, gerakan Islam sempat akan bangkit kembali. Ada usaha untuk menghidupkan Masyumi. Ada juga usaha pendirian partai umat Islam yang digagas oleh proklamator dan mantan wakil presiden Moh Hatta. Namun usaha ini gagal total karena rezim melihat Islam politik adalah gerakan berbahaya yang ingin mengganti dasar negara.

Maka sejarah kemudian berlangsung di mana Islam sepanjang masa Orde Baru mengalami pembonsaian. Partai Islam kemudian di awal 1970-an dipreteli. Tokohnya disortir. Hanya yang sesuai dengan selera penguasa yang bisa duduk menjadi pemimpin. Sinyalemen pada dekade 1960-an di mana Kaum Sarungan harus diwaspadai betul-betul terjadi. Islam Politik bergerak bergentayangan hanya di daeah pinggiran.

Namun Islam politik kembali berada di tengah ketika Soeharto mendekat ke Islam. Ini dimulai dengan penerimaan asas tunggal Pancasila dan adanya peradilan agama yang mandiri. Beberapa pihak yang tidak sepakat dan menjadi arsitek penguasa Orde Baru kala itu langsung mengecap sebagai 'gerilya untuk kembali kepada Piagam Jakarta'. Stetmen ini bagi yang  paham politik saat itu menjelaskan sikap phobia terhadap segala hal yang berbau Islam.

Tapi Pak Harto dan roda zaman berjalan terus. Di kemudian hari ada organisasi para cendikawan muslim (ICMI)

photo
Suharto

hingga pendirian Bank Muamalat. Islam politik terus berjalan hingga datangnya masa Reformasi. Kala itu untuk pertama kalinya Muslim santri, yakni KH Abdurrahman Wahid, mampu menjadi presiden. Tapi sayangnya ini tak berlangsung lama. Dia jatuh di tengah jalan justru ketika penguasaan politik di tangan aktivis organisasi Islam seperti Amien Rais (ketua MPR) dan Akbar Tandjung (Ketua DPR).

Ya, apa boleh buat. Apa pun itu peristiwanya yang lalu mesti berlalu. Pada saat yang sama partai Islam kini muncul lagi persis seperti dekade 50-an. Organisasi Islam, seperti NU dan Masyumi beranak pinak. Ada PBB, PAN, PNU, PPP, PKB, PK/PKS, Partai Abdul Yatama hingga partai berbasis masa Islam lainnya. Hasilnya ada yang mendapat suara lumayan atau kecil yang artinya harus gulung tikar. Tapi semua partai yang ada sejak zaman reformasi belum ada yang menyamai perolehan suara Masyumi atau NU. Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengaku sebagai 'anak kandung' Masyumi belum mampu secemerlang induknya dahulu. Begitu juga dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga belum bisa mempunyai kursi seperti partai pemilu NU di tahun 1955 dan tahun 1971.

Namun, pada Pilpres 2019 ini ada peristiwa menarik. Organisasi NU dan Masyumi yang diwakili PBB bertemu kembali menjelang putusan Bawaslu soal partai peserta pemilu. NU seperti membuka jalan bagi PBB untuk tampil kembali ke gelanggang Islam politik. Hasilnya, PBB kemudian memenangkan gugatan dan tampaknya Komisi Pemilihan Umum 'mengikhlaskan' partai ini untuk maju dalam Pemilu 2019. Apalagi pemilu tahun depan itu begitu penting karena dilakukan bersamaan antara pemilu legislatif dan pilpres. Sosok Muhaimin Iskandar sudah ingin maju sebagai calon wakil Presiden. Yusril Ihza Mahendra hingga Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi sudah ada yang mendorong-dorong menjadi calon presiden.

Akhirnya, akankan Islam Politik kemudian tercampak ke pinggiran kembali? Hanya waktu yang akan bisa menjawabnya. Tapi yang pasti dengan berkaca pada sejarah 'Islam Politik' tak akan pernah bisa mati!

photo
Para pengurus Partai Bulan Bintang (PBB) menangis saat mengikuti sidang Adjudikasi penyelesaian sengketa proses pemilu dengan agenda pembacaan putusan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Ahad (4/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement