Selasa 06 Mar 2018 19:55 WIB

KPK-PPATK Minta UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Disahkan

KPK ingin semakin banyak tindak pidana pencucian uang dibawa ke pengadilan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Wakil ketua PPATK Dian Ediana Rae, Ketua KPK Agus Raharjo, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, (kiri ke kanan) memberikan keterangan kepada media di gedung KPK, Jakarta,  Selasa (6/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil ketua PPATK Dian Ediana Rae, Ketua KPK Agus Raharjo, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, (kiri ke kanan) memberikan keterangan kepada media di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama untuk meningkatkan jumlah Tidak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dibawa ke pengadilan. Mereka juga mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk segera disahkan oleh DPR RI.

"Kami ingin meningkatkan kerja sama dan komunikasi. Tujuannya adalah meningkatkan TPPU untuk dibawa ke pengadilan," tutur Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/2).

Selama ini, kata Agus, kasus korupsi yang ditangani KPK belum banyak yang disertai dengan TPPU. Hingga saat ini, baru lima kasus yang disertai dengan TPPU. Hal tersebut yang akan KPK dan PPATK bersama-sama akan tingkatkan.

"Kemudian yang kedua, kita juga bicarakan mengenai insyaallah segera ada, perpres mengenai beneficial ownership (BO). Jadi, kalau ada perusahaan, sebetulnya siapa sih pelaku di belakangnya yang menerima keuntungan," kata Agus.

Di samping itu, lanjutnya, KPK dan PPATK juga ingin mendorong UU atau RUU mengenai Pembatasan Transaski Uang Kartal. Mereka ingin RUU tersebut segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Mereka berharap, dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut, tindak pidana korupsi dapat diminimalisasi.

"Karena sudah dilarang melakukan transaksi uang kartal yang besar. Misalnya dibatasi Rp 100 juta begitu," ungkapnya.

Agus menerangkan, pihaknya dengan PPATK juga membuat data tentang politically expose person (PEP). Lebih lanjut ia menjelaskan, orang-orang yang secara politik memiliki pengaruh besar akan dimonitor oleh PPATK dan kemudian KPK. Menurutnya, orang berpengaruh besar yang dimonitor itu bukan hanya pejabat publik.

"Tapi bisa juga pengusaha. Itu nanti datanya akan KPK bisa dapatkan secara langsung dari PPATK," sambung Agus.

Ia membeberkan, dalam rangka pelaksanaan pilkada 2018 ini, PPATK juga akan memonitor para calon kepala daerah maupun pendukung-pendukungnya. Hal yang dimonitor itu bisa berupa adanya transfer-transfer uang dengan jumlah besar yang terkait dengan pihak-pihak tadi.

"Transfer-transfer besar yang terkait dengan orang-orang yang baik running menjadi calon maupun pendukung-pendukungnya. Jadi, nanti akan ditelusuri juga," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement