Selasa 06 Mar 2018 15:55 WIB

Salahkah Presiden Bertemu Pimpinan Parpol di Istana?

ACTA akan melaporkan Jokowi ke Ombudsman

Rep: Ronggo Astungkoro, Dessy Suciati Saputri/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Joko Widodo
Foto: Republika/Wihdan
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) berencana melaporkan dugaan malaadministrasi pertemuan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden pada Kamis (1/3) kemarin. Pihak Istana pun menanggapi rencana tersebut.

"Kalau soal siapa pun orang itu melaporkan, silakan saja itu. Orang kan tidak bisa dicegah. Jadi, silakan saja," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/4).

Namun, ia menegaskan, pertemuan Presiden Jokowi dengan sejumlah partai politik bukan hanya sekali dilakukan di Istana Presiden. Pertemuan dengan sejumlah ketua umum partai pun disebutnya sudah sering dilakukan di Istana dengan berbagai topik pembahasan, termasuk soal politik.

"Pak SBY juga pernah ke sini, Bu Mega juga pernah, Prabowo juga pernah bertemu di Istana dengan Presiden," kata dia.

photo
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto berbincang di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11)

Karena itu, ia berpendapat pertemuan antara petinggi PSI dan Presiden Jokowi di Istana merupakan hal yang biasa dilakukan. "Peristiwa itu adalah peristiwa yang biasa. Presiden tentu juga bisa menerima, termasuk ketum partai," ujar Johan.

ACTA melaporkan pertemuan antara Presiden Jokowi dan pengurus PSI ke Ombudsman RI. Mereka melihat adanya malaadministrasi soal penyalahgunaan fasilitas negara.

"Kami mendatangi Ombudsman ingin melaporkan suatu peristiwa. Peristiwa terkait dengan dugaan malaadministrasi di mana salah satu partai mendatangi atau bersilaturahim dengan Presiden RI, yaitu Pak Jokowi, di Istana," tutur Wakil Ketua Umum ACTA Ali Lubis di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (5/3).

Ia menerangkan, pihaknya melihat adanya malaadministrasi terkait penyalahgunaan fasilitas negara. Menurut Ali, soal malaadministrasi tersebut diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37/2008 tentang Ombudsman RI. "Jadi, jika merujuk pasal 1 angka 3 UU tersebut, kami yakin yang kami laporkan masuk ke ranah Ombudsman," katanya.

Ali menjelaskan, Istana Negara merupakan pusat pelayanan publik untuk seluruh Indonesia, sementara presiden adalah penyelenggara negara. Karena itu, ujar dia, penggunaan Istana Negara untuk sebagian pendukung partisan bakal calon presiden tertentu jelas merupakan malaadministrasi.

photo
Ketua PSI Grace Natalie dan dua orang perwakilan PSI usai bersilaturahmi dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Kamis (1/3).

Ia pun merasa dugaan malaadministrasi yang pihaknya laporkan itu tidak boleh dianggap sepele. ACTA menyadari, pada tahun politik, setiap bentuk penyimpangan harus dihindari agar konsentrasi politik bisa berjalan dengan adil.

"Jangan ada pihak yang menyalahgunakan kekuasaan, fasilitas negara untuk kepentingan partisannya," katanya menjelaskan.

Namun, ACTA akan menyerahkan sepenuhnya terhadap Ombudsman RI terkait pihak mana yang melakukan malaadministrasi. Menurut Ali, pihaknya hanya melaporkan peristiwanya, bukan melaporkan presiden atau partai politiknya.

"Bukan terhadap presidennya ataupun partai politiknya, tetapi peristiwanya. Itu karena terjadi di wilayah lingkungan Istana Negara," ungkap Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement