Kamis 01 Mar 2018 18:51 WIB

Ini Kronologi OTT Wali Kota Kendari

Uang Rp 2,5 miliar diterima Walkot Kendari dibagi menjadi dua kali.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra  mengenakan rompi orange usai diperiksa oleh KPK selama 1x 24 Jam di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (1/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra mengenakan rompi orange usai diperiksa oleh KPK selama 1x 24 Jam di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan, uang sebesar Rp 2,5 miliar yang diterima Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADR) dan sang ayah, Asrun (ASR), dibagi menjadi dua kali. Barang bukti yang KPK sita berupa STNK beserta kunci mobil dan buku tabungan.

"Senin (26/2) siang, tim mengetahui telah terjadi penarikan uang sebesar Rp 1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh PT. SBN," terang Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/1).

Ia menjelaskan, penarikan uang tersebut dilakukan karena adanya permintaan dari Adriatma kepada Direktur UtamaPT Sarana Bangun Nusantara (SBN) berinisial Hasmun Hamzah (HAS). Permintaan uang itu disebutkan karena kebutuhan untuk biaya politik yang semakin tinggi.

"Sebelumnya sudah ada di kas yang bersangkutan sebesar Rp 1,3 miliar yang akan diberikan kepada ADR," jelas Basaria.

Setelah itu, kemudian terindikasi terjadi komunikasi untuk pengantaran uang antara Adriatma dan pihak PT SBN. Setelah memastikan ada indikasi kuat telah terjadi transaksi, pada Selasa (27/2) sekitar pukul 20.08 WITA KPK membawa dua orang pegawai PT SBN berinisial H dan R dari kediamannya masing-masing.

"Kemudian KPK menemukan buku tabungan dan uang penarikan itu atas perintah dari HAS kepada dua pegawainya tadi," tutur Basaria.

Selanjutnya, pada 20.40 WITA, KPK membawa HAS dari rumahnya. Kurang lebih empat jam setelahnya, pada Rabu (28/2), giliran ADR yang dibawa KPK dari rumah jabatannya. Kemudian sekitar pukul 04.00 WITA, tim KPK bergerak ke rumah pribadi ASR untuk membawanya.

Barulah kemudian sekitar pukul 05.45 WITA tim KPK membawa mantan Kepala Kepala BPKAD Sulawesi Tenggara (Sultra) Fatmawati Faqih. "Enam orang tersebut dibawa ke Polda Sultra untuk dimintai keterangan dan klarifikasi atas sejumlah informasi yang diterima dari masyarakat," katanya.

Selain mereka, ada enam orang lainnya yang dimintai keterangannya di Polda Sultra. Lima di antaranya merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Kota Kendari.

Dari 12 orang yang diamankan itu, lima di antaranya dibawa ke Jakarta pada Rabu (28/2) malam untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. KPK pun menyegel beberapa lokasi dan aset untuk kepentingan penanganan perkara ini.

Lokasi dan aser itu di antaranya ruang kerja HAS di kantornya, kamar di rumah H, dan ruangan rapat di rumah jabatan Wali Kota Kendari. "Dari rangkaian proses tangkap tangan itu, uang tersebut sudah dibawa dan diduga sudah digunakan," tambah Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Dengan begitu, lanjut dia, bukti yang diamankan oleh KPK di antaranya berupa buku tabungan yang menunjukkan adanya penarikan uang sebesar Rp 1,5 miliar dan STNK beserta kunci mobil. KPK menduga, kendaraan itu digunakan untuk sarana kejahatan untuk membawa uang tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement