Kamis 01 Mar 2018 15:02 WIB

Bogor Targetkan 68 Kampung Buah

Target ini diawali dengan pencanangan Zona Tematik Kampung Buah Tertentu.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: Mahmud Muhyidin
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  BOGOR -- Kota Bogor akan memiliki 68 kampung buah di seluruh Kelurahan. Target ini diawali dengan pencanangan Zona Tematik Kampung Buah Tertentu yang diinisiasi Dinas Pertanian (Distani) Kota Bogor dan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kota Bogor per Rabu (28/2).

Kepala Bidang (Kabid) Penyuluhan Distani Kota Bogor, Dian Herdiawan, mengatakan, pencanangan dimulai dari Kelurahan Cipaku, Bogor Selatan. "Di sana, akan ditanam pohon alpukat sebagai awalan dan pemicu agar kelurahan lain bisa ikutan," tuturnya ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (1/3).

Melalui pencanangan Zona Tematik Kampung Buah Tertentu ini, diharapkan, setiap kelurahan di Kota Bogor akan mempunyai satu jenis pohon buah tertentu yang telah disepakati warga. Kesepakatan dicapai melalui rembug warga yang difasilitasi Distani Kota Bogor.

Dian menjelaskan, masyarakat bisa menanam di berbagai tempat. Baik di pekarangan, jalur hijau, maupun di kebun dan ladang. "Dibebaskan kepada mereka dengan tetap kami pantau dan edukasi terlebih dahulu," ujarnya.

Nantinya, penanaman mengaplikasikan sistem tumpang sari (Agroforesty) buah. Sistem ini mengaplikasikan pertanaman campuran (polyculture), berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam. Seluruhnya bisa ditanam dalam waktu bersamaan ataupun tidak.

Untuk saat ini, Distani dan KTNA Kota Bogor baru menyediakan tiga jenis tanaman buah, yakni alpukat, durian dan rambutan. Tapi, tidak menutup kemungkinan, jenis tersebut akan bertambah seiring dengan peningkatan antusiasme warga. "Kami akan memberikannya dalam bentuk bibit," kata Dian.

Pencanangan Zona Tematik Kampung Buah ini sesuai dengan visi Distani Kota Bogor dalam mewujudkan agribisnis perkotaan yang ramah lingkungan dan berdaya saing. Tanaman buah dipilih karena bisa memberikan hasil kepada masyarakat dalam hitungan bulan.

Terlepas dari sisi ekonomis, program ini bertujuan meningkatkan partisipasi warga dalam bentuk konservasi lingkungan. Secara tidak langsung, masyarakat dituntut' meningkatkan kesadaran akan fungsi kelestarian lingkungan hidup.

Dian menuturkan, konsep Zona Tematik Kampung Buah ini terinspirasi dari Kampung Belimbing di Depok. "Hanya, kalau di sana satu jenis, di Bogor bisa berbagai jenis dengan satu kelurahan ada satu jenis," ujarnya.

Bagi kelurahan yang ingin terlibat dalam program, Dian mengatakan, bisa langsung menghubungi Distani dan KTNA Kota Bogor. Selanjutnya, dua instansi akan mendampingi dan memfasilitasi rembug guna menentukan jenis tanaman.

Apabila sudah sepakat, Distani dan KTNA Kota Bogor menyediakan bibit dengan jumlah yang juga sudah disepakati bersama. Menurut Dian, tidak ada batasan minimal maupun maksimal untuk bibit yang akan dikasih.

Dengan sistem partisipatif, program zona tematik ini tidak memiliki target tertentu. Terpenting, menurut Dian, masyarakat bisa konsisten dalam menanam dan merawat tanaman buah yang diberikan secara cuma-cuma itu.

Ketika sudah berbuah, Dian menyerahkan sistem penjualan ke masyarakat. Ia berharap, nanti akan ada koperasi di tingkat kecamatan maupun kota yang dapat membantu promosi dan tingkat penjualan buah hasil produksi warga.

Pencanangan zona tematik kampung buah mendapat ragam sambutan dari sejumlah lurah. Lurah Kebon Kalapa, Nana Sumarna, mengatakan, pihaknya sempat terpikirkan untuk menggarap konsep serupa. "Hanya, ada plus minus yang masih harus kami pertimbangkan kembali," ujarnya.

Nana memperkirakan, salah satu tantangan dalam pengaplikasiannya adalah perilaku masyarakat yang lebih banyak mengadah dan menunggu buah, dibandingkan merawat. Hal ini sudah dirasakan Nana pada tanaman rambutan dan nangka yang tumbuh di kantor kelurahan.

Tidak menutup kemungkinan, persoalan ini akan terjadi kelak ketika penanaman dilakukan di fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum). "Ketika berbuah, nanti justru menjadi wahana rebutan," tutur Nana.

Meski tidak dilakukan semua warga, Nana melihat potensi ini tetap akan menjadi persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian ulang agar tenaga, anggaran dan pikiran tidak terbuang percuma.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement