Selasa 27 Feb 2018 14:09 WIB

Christine Lagarde, IMF, dan Ekonomi Indonesia

IMF menilai gejolak ekonomi global menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde memberikan sambutan dalam pembukaan acara High-Level International Conference  New Growth Models in a Changing Global Landscape di Jakarta, Selasa (27/2).
Foto:
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menjawab pertanyaan wartawan seputar tujuan kedatangan IMF ke Indonesia, di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa, (27/2).

Lagarde menambahkan mengelola transisi dalam kondisi perubahan saat ini sangat penting karena terkait dengan penciptaan kesempatan kerja. Padahal model pertumbuhan ekonomi di masa mendatang akan bergantung pada berbagai inovasi dalam sektor teknologi seperti kecerdasan buatan, pemanfaatan tenaga robot, penggunaan bioteknologi maupun teknologi finansial.

Contoh baik dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk penciptaan tenaga kerja adalah perusahaan startup GoJek yang tidak hanya menyediakan layanan transportasi namun juga jasa pembayaran dan layanan lainnya. Lagarde  menekankan pentingnya untuk mengelola ketidakpastian dengan meningkatkan kualitas kerangka kebijakan fiskal maupun moneter sebagai antisipasi ketika guncangan sewaktu-waktu terjadi.

Indonesia maupun negara-negara di kawasan ASEAN juga penting untuk membuat ekonomi lebih inklusif untuk mengatasi kesenjangan dengan membuat model pertumbuhan ekonomi baru. Model pertumbuhan ekonomi baru ini harus bertujuan untuk mendorong permintaan domestik, meningkatkan perdagangan antarkawasan dan memberikan peluang terjadinya diversifikasi ekonomi.

Ekonomi Indonesia pada 2017 tumbuh 5,07 persen atau di bawah target pemerintah yang sebesar 5,2 persen. Sementara inflasi 3,61 persen yang juga di bawah prediksi plus minus 4 persen. Ekspor turun namun impor naik. Daya beli masyarakat terbilang rendah meski pembangunan infrastruktur terus digenjot.

Respons Bank Indonesia (BI)

Gubernur BI, Agus DW Martowardojo, menyatakan pandangan IMF tersebut sejalan dengan hasil penilaian BI yang meyakini resiliensi perekonomian Indonesia semakin membaik. Inflasi selama 2017 berada pada level yang rendah sebesar 3,61 persen (yoy). Sehingga dalam tiga tahun terakhir secara konsisten inflasi berhasil dikendalikan dalam kisaran sasaran.

Pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,07 persen ditopang oleh perbaikan investasi infrastruktur oleh pemerintah dan peran investasi swasta. Selain itu, membaiknya resiliensi (daya tahan) ditandai oleh neraca transaksi berjalan yang sehat dan aliran masuk modal asing yang tinggi, serta nilai tukar Rupiah yang stabil.

Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir 2017 mencapai rekor tertinggi dalam sejarah, yakni sebesar 130,2 miliar dolar AS. Sejalan dengan hal itu, stabilitas sistem keuangan selama 2017 juga dinilai tetap terjaga.

Ke depan, pertumbuhan ekonomi di 2018 diperkirakan meningkat pada kisaran 5,1-5,5 persen dengan inflasi diproyeksikan berada pada kisaran 3,5 persen plus minus 1 persen. Defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap terkendali pada kisaran 2-2,5 persen dari PDB, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik.

"Bank Indonesia memandang pencapaian positif tersebut tidak terlepas dari hasil sinergi kebijakan yang telah berjalan baik selama ini," kata Agus.

Di sektor fiskal, lanjut Agus, pemerintah telah menjalankan reformasi perpajakan dan meningkatkan kualitas pengeluaran anggaran terutama untuk proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Kemudian di sektor riil, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki iklim investasi dan merevisi ketentuan terkait investasi infrastruktur guna mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur.

BI senantiasa mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Agus menekankan, kebijakan makroekonomi yang ditempuh secara konsisten dan terukur oleh Pemerintah dan BI menjadi faktor penopang utama membaiknya kinerja perekonomian nasional.

BI memandang terdapat peluang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih kuat dan berkelanjutan melalui penguatan implementasi reformasi struktural.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement